Senin, 01 November 2010

aku bahagia melihatmu..

hemm...

iseng-iseng buka fb.. dan ngelihat fbmu,, sobatku...adikku tercinta
dari statusmu aku tau.. kmu lagi fallinlove fever.. haha
aku bahagia atas bahagiamu..
aku senang melihat senyummu terkembang dari setiap foto-foto kalian berdua..
R.O.M.A.N.T.I.S
mungkin bisa dibilang begitu..
sampai-sampai aku menitikkan airmata..
mungkin terlalu alay kalo hanya gara-gara liat foto aku sampai berkaca-kaca gini..
tapi,, ya memang inilah kenyataannya.

mengingat dulu.. bagaimana kamu .. haha.. kadang ketawa juga kasian.. tapi ya bingung juga..
curhat masalah si A. si B. si bla-bla...
tapi sekarang kamu bener-bener nemuin yang kamu cari...
tanpa perlu kamu yang mencarinya..

sebenernya aku juga bisa ... tapi...
yah.. ada beberapa hal yang membuatku jadi gag bisa...
itu jualah yang membuatku sampe mentiikkan airmata...
ada rasa sakit dihatiku ini yang hingga sekarang masih terasa perih..

andai kamu disini...
tapi,, tanpa kuberitahu pun kamu juga tahu apa penyebabnya..
dan sekarang.. aku berada diposisimu yang dulu..
eneg!!
mangkel!
nyesegg banget dihati!
beruntung bgt kamu... aku ikut seneng :')
biar aku aja yang kayak gini..
kamu jangan seperti ini...

berharap kalian slalu bersama slamanya..
dari jauh,, aku mendoakanmu..
dan buat sang pangeran... tolong jaga adik dan sahabatku ini yah....
buat dia bahagia sama kamu...

.hopeallofyouhappilyeverafter.

Sabtu, 18 September 2010

Si Mata Elang

Pandangan itu…
Seakan menyihirku dan akupun terdiam sejenak memandangnya…
Terpaku sendiri di parkiran
Menatapnya yang sedang berbincang
Dan sesekali dia memandangku..
Bertanya-tanya….
Siapa dia???
Dan dalam hati, aku memujinya… kamu tampan…
Dengan rambut ikalmu dan kemeja itu…
Dan akupun berlalu…

Di gazebo itu…
Aku melihatmu lagi..
Dan kau tetap tampan..
Dan terbesit keinginanku..
Tolong.. dekatkan aku dan dia…

Masih kuingat..
Hari pertama..
Dia duduk di bangku kedua dari depan sebelah kanan
Dan berlalu begitu saja..
Hari kedua..
Dia duduk bangku ketiga dari depan sebelah kiri
Dan pada saat inilah keinginanku terkabul..

Dia menyebutkan namanya…
Tanpa bersalaman tangan
Begitupun denganku..
“aku pernah lihat kamu, tapi dimana ya?”
Aku hanya tersenyum..
Dan dalam hati berkata,”diparkiran, aku masih ingat kok”

Senang??
Tentunya
Memandanginya memimpin diskusi *astaghfirullah*
Mendengarkan setiap kalimat yang dia ucapkan..
Dan akupun semakin kagum..

Sampai situ saja??
Oh,, tidak-tidak..

Hari ketiga..
Membahas tugas dan pada akhirnya ke perpus
Aku memutuskan untuk pulang duluan
Tapi nyatanya malah terdampar di feb..
Bertemu dengan saudara..
Berbincang-bincang sebentar dan tiba-tiba dia lewat..
Ku sapa dia dan dia menghampiriku
Beberapa saat kemudian kita berdua sudah dilantai 5.
Dan ternyata apa yang dia cari ga ada…
Turun lagi…
Selama di dalam lift
Dia menceritakan betapa bangganya dia masuk feb
Dan lagi-lagi aku hanya tersenyum melihatnya

The last day…
Hujan….
Tidak menyurutkan semangatku untuk membantunya
Membantu teman apa salahnya??
Hari itu aku dituntut PD
Ke kampus tanpa alas kaki dan rok semi basah. assh!
Dan ratusan mata memandangku..
Bahkan kakak senior melongo liat aku ga pake sepatu dengan PDnya masuk kampus lari-lari pula.. haha
Toilet..
Bersarang disana beberapa menit kemudian
And then…
Show time!
Menemuinya dan berkata,”Semuanya beres.”
Dan dia hanya mengucapkan,”terimakasih.”

Tidak ada kata…
Hening..
Padahal ini hari terakhir  kita bersama
Tapi aku cukup senang..
Bisa mengenalnya dalam 4 hari ini
Bisa membantunya di hari terakhir ini
Berharap bisa menyapanya lagi
Suatu saat nanti..

Dan di siang yang terik..
Aku bertemu dengannya lagi
Dan dia tetap tampan..
Menyapanya..
Berbicara beberapa menit
Lalu berpisah..
Aku tersenyum dan dalam hati berkata, ”Hey, T.I aku mengagumimu..”
Memandangnya berjalan
Dan semakin menjauh..
Menghilang dibalik gedung…

Senin, 09 Agustus 2010

My first Love



Tentangnya..
Yang kutahu
Dia bukanlah siapa-siapa
Hanya orang biasa yang tak memiliki kelebihan apapun dimata orang lain
Namun, aku tahu,, dia lebih dari siapapun..
Aku..
Mencintainya yang apa adanya..
Mencintainya sebagai orang biasa..
Mencintainya dengan kesederhanaannya..
Mencintainya sebelum mereka mengenalnya…
Mencintainya sebelum mereka tahu siapa dia sebenarnya..
Mencintainya sebelum engkau menjadi seorang bintang ..
Dan sampai saat ini.. aku tetap mencintainya

Tentangnya..
Yang kutahu
Untuk kali pertama aku berubah
Tak pernah kulakukan pada siapapun selain padanya
Dia..
Membuatku tak bisa tenang..
Membuatku slalu memikirkannya..
Membuatku slalu tersenyum melihat tingkahnya..
Membuatku menangis karna jahilnya..
Membuatku marah karna angkuhnya..
Membuatku sakit ketika dirinya sakit..
Membuatku slalu merindukan hadirnya..
Dan sampai saat ini..Dialah yang bisa membuatku jatuh cinta

Tentangnya..
Yang kutahu
Dia bukanlah milikku
Takkan pernah jadi milikku
Karna kutahu..
Dia tlah bersama yang lain
Waktu sekian tahun pun seakan lebur menjadi debu
Terbang tertiup angin dan hilang..
Hilang bersama semua kenangan tentang dirinya
Meski dengan berat hati melepas kepergiannya…
Namun tak apa
Karna ini yang terbaik untukku lanjutkan kisah hidup
Bersama dia yang lain disana
Ku yakin itu…

Selasa, 25 Mei 2010

happily ever after


Sebuah gubuk kecil di halaman belakang rumah kosong. Seorang perempuan berdiri didekatnya, Rara. Dia memandang gubuk kecil itu cukup lama. Rara terdiam dan tanpa sadar air mata mengalir di pipinya. Akhirnya dia memutuskan untuk masuk ke gubuk…
Gubuk ini tempatnya berkumpul bersama dua orang sahabatnya, Bayu dan Devon. Rara yang menghias tamannya, Bayu dan Devon yang mendirikan gubuknya. Dari SD mereka slalu bersama. Setiap pulang sekolah, Devon dan Bayu pasti mengajak Rara ke gubuk ini. Meskipun berada di halaman belakang rumah kosong, halamannya cukup luas. Tepat disamping gubuk ada sungai yang mengalir meskipun tak terlalu dalam dan besar alirannya, tapi bagi anak-anak SD itu bisa membahayakan. Rara pernah hampir tenggelam disungai itu jika saja Bayu tidak cepat menolong Rara. Kadang Devon dan Bayu memancing disungai itu dan Rara yang membakar ikan hasil pancingan mereka.
Memasuki jenjang SMP, Devon terpisah dari Rara dan Bayu karena Mereka beda sekolah. Meskipun demikian, mereka terkadang berkumpul di gubuk setiap ada hari libur. Melakukan hal-hal yang biasa mereka lakukan sejak dulu. Entah memancing atau sekedar membersihkan taman kecil yang dibuat Rara atau sekedar membetulkan genteng gubuk yang bocor.
Memasuki jenjang SMA dan kini giliran Bayu yang tepisah dari Rara dan Devon. Rara tumbuh menjadi remaja yang cantik, pintar, dan supel. Devon dan Bayu juga demikian.. menjadi remaja yang tampan, pintar, badan mereka lebih tinggi dari Rara dan suara mereka lebih berat. Namun yang berbeda dari Devon dan Bayu.. Devon lebih cuek dan diam dibanding Bayu yang supel dan slalu aktif dalam organisasi sekolah. Sudah lama Rara tidak mengunjungi gubuk ini. Semenjak peristiwa itu terjadi…
Pagi itu Devon menjemput Rara pulang dari sekolah karna Rara ada kegiatan sekolah yang mengharuskan siswa-siswinya menginap. Devon yang terlebih dahulu menginap karna murid laki-laki yang menginap terlebih dahulu. Tampak dari wajah Devon yang muram. Rara hafal dengan raut wajah Devon jika dia ada masalah, selalu seperti ini.
“Kamu kenapa Dev?” tanya Rara.
“Ra, mending kamu masuk ke mobil dulu aja. Ntar ku critain,” jawab Devon datar.
Rara masuk mobil dan Devon yang menyetir. Gag seperti biasanya Devon nyetir seserius ini. Rara penasaran dengan cerita Devon.
“Dev, tadi katanya mau cerita? Cerita apa?”
“Ra…”
“Ia?”
“Ra..” kata Devon sambil menghela nafas.
“Apaan si? Kamu kok jadi aneh gini Dev? Devonnnn…. Kamu kenapa???”
“Ra, kamu yang sabar ea..”
“Kenapa sih?”
“Bayu meninggal Ra,” ucap Devon sambil menghentikan laju mobilnya.
“……” Rara terdiam… sejenak kemudian Rara tertawa.
“Haha… bohong ih Devon. Kemaren kita kan barusan foto-foto digubuk jangan bercanda deh dev!”
“Ra, aku serius!”
“Gag percaya. Devon kan suka bohongin aku. Aku sudah hafal ama kamu, dev” jawab Rara cuek.
“RA! LIHAT AKU! AKU SERIUS RA! BAYU MENINGGAL SEMALEM!” bentak Devon sambil memegang bahu Rara.
“Kenapa?” tanya Rara dengan pandangan kosong
“Bayu kecelakaan sewaktu pulang dari Malang kemaren sekitar jam tiga malam. Dia nyetir dalam kondisi ngantuk. Mobilnya nabrak truk tronton.”
“Devon bohongkan? Bukan Bayu kan itu? Bukan Bayu Dirgantara kan?” kata Rara dengan mata berkaca-kaca.
“Itu Bayu Ra. Bayu Dirgantara. Sahabat kita,”
“Gag! Devon bohong! Itu bukan Bayu! Bukan Bayu!Devon bohong!!! Huhu…” Rara menangis sesenggukan.
Devon langsung memeluk tubuh gadis mungil itu. Berusaha menenangkan sahabatnya dan akhirnya Rara nggak sadarkan diri dipelukan Devon. Rara nggak percaya, sahabat kecilnya itu telah tiada. Sahabat yang slalu melindunginya, slalu bersamanya. Sahabat yang telah menyelamatkan nyawanya dulu kini tlah berpulang ke Rahmatullah.
Devon menggendong Rara ke kamarnya. Hampir 2 jam Rara tidak sadarkan diri. Bunda Rara sampai khawatir dengan keadaan putrinya. Setelah siuman pun Rara masih gag percaya Bayu meninggal.
“Bunda… Bayu??” ucap Rara sambil menggelengkan kepalanya.
“Ia Ra.. Rara yang sabar ya,”
“Sabar Ra. Bukan kamu aja yang kehilangan. Aku juga Ra,” kata Devon.
Esok harinya Rara ditemani Devon ke pemakaman Bayu. Tanahnya masih merah dan bunga-bunga yang bertaburan diatasnya belum mengering. Rara hanya terdiam. Membayangkan apa yang dihadapi bayu di alam Barzah sana. Sedang apa bayu disana? Apakah dia disiksa? Seperti apa rasanya mati? Sakitkah ketika nyawa kita dicabut dari raga ini? Dan berbagai pertanyaan berkelebat dipikiran Rara.
2 tahun berlalu. Rara dan Devon masih selalu berhubungan meskipun semenjak kejadian itu, mereka jarang berkunjung ke gubuk lagi. Hari ini seminggu sebelum UNAS dilakukan. Mereka berencana untuk berkunjung ke gubuk. Membersihkan gubuk kecil mereka yang tlah lama mereka tinggalkan.
Gubuk itu… masih tetap sama. Hasil karya Bayu dan Devon 9 tahun yang lalu. Hanya lebih tak terawat dibanding dulu. Alang-alang liar tumbuh disana-sini. Taman yang dibuat Rara juga sudah tidak tampak lagi. Lumut-lumut tumbuh di kayu penyangga genteng gubuk. Devon dan Rara membersihkan gubuk dan menata ulang taman yang hilang. Tanpa kehadiran Bayu…
Hari ini UNAS diadakan. Hingga 5 hari mendatang UNAS akan selesai. Menanti pengumuman UNAS selama 1 bulan rasanya lama sekali. Dan selama itu, mereka sudah libur karena semua ujian-ujian sekolah sudah selesai.
Malam itu, Rara berniat ke rumah Devon. Baru saja sampai didepan rumah, tiba-tiba Devon keluar rumah sambil marah-marah. Mengetahui kedatangan Rara, Devon terdiam. Kemudian menarik tangan Rara ke mobil. Rara hanya terdiam masuk ke mobil. Devon langsung tancap gas keluar dari rumah.
Sepanjang perjalanan, Devon dan Rara terdiam. Sampai akhirnya Devon menghentikan mobilnya di depan sebuah lapangan basket. Devon langsung turun dan mengambil bola basketnya di bagasi. Rara turun juga menyusul Devon yang sudah berlarian ke lapangan basket.
Devon mendribble bolanya dan melemparnya ke ring, tapi gagal-gagal terus. Berulang kali sampai akhirnya bola itu masuk ke ring. Dan seketika itu pula Devon terduduk lemas.
“GUE BENCI LOE! BANGSAT!” teriak Devon yang kontan membuat Rara terkejut.
“Devon ?”
“Aku benci dia Ra! Benci!” ucap Devon.
“ Siapa?”
“Ayah tiriku Ra,”
Baru kali ini Rara melihat Devon semarah ini. Rara menyentuh wajah Devon. Dan betapa terkejutnya Rara melihat sudut bibir Devon berdarah. Rara memeluk Devon, tapi Devon justru merintih kesakitan. Rara memaksa Devon untuk membuka kaosnya. Dan dibalik tubuh yang tegap dan kulit yang putih itu, beberapa luka goresan terlihat dipunggung Devon. Rara mengambil tisu ditasnya dan membasahinya dengan air keran di dekat lapangan. Bermaksud untuk membersihkan luka-luka Devon, tapi Devon menolak.
“Cukup Ra. Gag usah. Makasih,” ucap Devon sambil memeluk Rara.
“Tapi aku mau ngobatin luka kamu Dev,”
“Gag perlu diobati. Obatnya kamu Ra,”
“Hah?” ucap Rara bingung.
“Bayu dan kamu, itu obatku selama ini Ra,”
“Jadi bayu udah tau semua ini?”
“Ia, dari dulu. Tapi, aku nyuruh dia ngerahasiain dari kamu,”
“Kenapa gitu?”
“Aku gag mau buat kamu khawatir Ra,”
“Terus setelah Bayu gag ada?”
“Aku kehilangan 1 obatku Ra, gag tau aku bisa bertahan atau gag. Tapi selama masih ada kamu, aku akan coba untuk bertahan,”
Rara membalas pelukkan Devon. Membiarkan malam ini menghapuskan semua dukanya. Semilir angin berhembus menyejukkan hati namun menusuk tulang. Devon mengantarkan Rara pulang ke rumah karna hari sudah malam.
Semenjak itu Devon dan Rara jarang bertemu karena kesibukan masing-masing. Terdengar kabar bahwa Devon berubah. Menjadi anak yang urakan dan Rara dengar dari beberapa teman, Devon sering terlihat di persimpangan lampu merah dengan temen barunya yang penampilannya bak preman. Beberapa hari sebelum pengumuman kelulusan Devon menemui Rara. Ada yang berbeda dari penampilan Devon, lebih kurusan. Devon menemui Rara untuk berpamitan pada Rara karna dia mau pindah ke Bandung dan meneruskan kuliah disana. Rara tersenyum. Dia mendukung segala yang dilakukan Devon selama itu baik untuk dirinya.
Hari pengumuman UNAS pun tiba. Siswa-siswi SMA Barata 2 berkumpul dilapangan upacara menunggu surat pengumuman hasil kelulusan yang akan dibagikan oleh wali kelas masing-masing. Ada yang bersorak kegirangan setelah membaca surat tersebut, ada yang menangis karena terharu, dan berbagai ekspresi yang muncul dari wajah para siswa setelah membaca isi surat itu.
Rara pun bersorak kegirangan setelah dia mengetahui dirinya lulus dengan nilai rata-rata 48,25. Rara berlarian ke sekeliling lapangan mencari Devon. Dan akhirnya dia menemukan Devon sedang bersandar di bawah pohon. Rara menghampiri Devon dengan semangat menggebu-gebu. Ingin membagi kebahagiaan yang sedang dirasanya pada sahabatnya itu.
“DEEVVVOOONN!!!!!RARA LULUSSS!!!!! Devon gimana? Luluskan?”
Devon hanya terdiam. Kemudian dia meremas surat yang dibawanya dan berdiri kemudian memberikan remasan surat itu kepada Rara dan pergi begitu saja.
Rara merapikan surat itu dan membacanya. Rara terkejut bahwa dalam surat itu Devon dinyatakan tidak lulus. Nilai fisikanya kurang dari standar kelulusan. Rara terdiam. Dia tidak menyangka bahwa siswa yang tidak lulus dari sekolahnya itu sahabatnya sendiri. Rara nggak membayangkan cita-cita Devon untuk pindah ke Bandung harus ditunda dulu karna harus mengikuti ujian ulang.
Malamnya Rara ke rumah Devon untuk sekedar menghibur sahabatnya itu. Namun setiba di rumah yang ada hanya ayah tirinya yang tiba-tiba marah sewaktu Rara menanyakan perihal Devon.
“UNTUK APA KAMU TANYAKAN ANAK GAG BERGUNA ITU! CARI SAJA DIJALAN SANA!” bentak ayah tiri Devon sambil membanting pintu.
Rara langsung pergi dari rumah Devon dan mencari Devon di persimpangan lampu merah dari info yang dia dapat dari beberapa temannya. Begitu sampai di persimpangan, Rara jadi takut sendiri melihat cowok-cowok yang dandanannya ala emo. Rara tetap memberanikan diri untuk bertanya kepada beberapa cowok disitu. Tapi gag ada yang tahu Devon dimana. Sampai akhirnya salah seorang cowok tahu Devon dimana.
Rara memacu sepeda motornya ke tempat itu. Tak lama kemudian, Rara sampai di depan sebuah rumah kosong dengan penerangan yang seadanya. Rara tidak peduli dengan gelapnya halaman belakang rumah kosong itu. Rara mengeluarkan handphonenya dan mengarahkan cahaya dari layar handphone untuk menerangi sekelilingnya.
Tidak ada siapapun di halaman belakang. Rara masuk perlahan ke dalam gubuk dan dia menemukan Devon tertidur. Rara berusaha membangunkan Devon, tapi Devon tetap saja tak membuka matanya. Suhu badan Devon lama-lama mulai dingin. Dan akhirnya Rara menyadari bahwa sedari tadi darah segar mengalir dari pergelangan tangan Devon. Rara panik. Berusaha mencari bantuan dan akhirnya 15 menit kemudian bantuan datang dari orang-orang kampung sekitar situ.
Rara segera membawa Devon ke rumah sakit terdekat. Namun sayang, nyawa Devon tidak tertolong. Devon terlalu banyak mengeluarkan darah.
Rara masuk ke kamar jenazah. Menghampiri Devon yang terdiam dalam tidur panjangnya. Rara menangisi kebodohannya yang tak menyadari kalau Devon berniat bunuh diri.. kalau devon melukai pergelangan tangannya.. dan semua menjadi gelap… Rara pingsan..
“Ra, bangun Ra.. ”
Rara terbangun dan terkejut melihat Devon dan Bayu di hadapannya. Devon dan Bayu tersenyum melihat Rara kebingungan.
“Ra, aku kangen kamu, Ra,” kata Bayu.
“Bayu! Devon! Jangan tinggalin aku,” ucap Rara seraya memeluk kedua sahabatnya itu.
“Kita gag ninggalin kamu, Ra. Kita akan selalu ada dihati kamu. Jaga diri kamu baik-baik ya, Ra. Kamu harus bahagia, Ra,” ucap Bayu sambil berlalu.
“Gag! Kalian ga boleh pergi!”
“Ra..”
“Gag!”
“Raa!!! Bangun!!!”
“GAK!!!” teriak Rara dan akhirnya Rara terbangun dari mimpi panjangnya. Melihat Satria, calon suaminya, yang sedari tadi membangunkan Rara dan akhirnya terbangun juga.
“Aku kangen mereka Beibh,” ucap Rara sambil memeluk calon suaminya itu.
“Iya, tahu sayang… tapi sekarang udah tuntas kan kangennya? Kita pulang yuk” ucap Satria sambil tersenyum melihat Rara.
Seminggu kemudian pernikahan Satria dan Rara berlangsung. Mereka berdua sudah merencanakan pernikahan sambil menunggu Rara lulus dari S1nya dan dan Satria menyelesaikan S2nya. Dan hari yang mereka tunggu-tunggu tersampaikan juga. Rara bahagia bisa menikah dengan orang yang dia cintai dan mencintai dia. Rara menatap Satria dan tersenyum melihat suaminya itu. Satria yang merasa dipandangi isterinya pun menoleh,
“Kenapa, Isteriku,” ucap Satria sambil tersenyum menatap Rara.
“Gak apa-apa, Suamiku,” jawab Rara sambil tersenyum dan menatap langit, berbisik..
“Aku bahagia, Devon…Bayu..”

Rabu, 05 Mei 2010

Roman Sarkastik

Hari-hariku saat bisa menemui dirimu merupakan kenangan indah
Namun, aku adalah burung phoenix yang sedang terbang untukyang terakhir kalinya dan sebentar lagi akan terbakar menjadi abiu tanpa sisa apapun juga...
Biarlah...biar....
Biarkan aku di dalam gelap dan bayangan
Tanpa matahariku ...
Kurengkuh kegelapan ini
Kegelapan yang memberikan kesunyian dan kedamaian mati bagiku...
Ini bukanlah De Profundis, matahariku
Suatu hari, semoga kau mengerti akan makna mencintai tanpa dicintai
Sebuah cinta eros yang tulus dn membuatmu menderita karenanya
Semoga kau rasakan kepedihannya saat cinta membunuhmu
Karena kau telah membunuhku dengan cintamu
Aku pun mati dibuatnya!!!

Jumat, 16 April 2010

Triangle Love


“Dek,, mau gag kukenalin sama temenku?,” ucap Sisy sambil menarik tangan Ara.
“Hah? Bole-bole aja mbak,” jawab Ara dengan senyum diwajahnya memperlihatkan kedua lesung pipinya yang bersembunyi.
Sisy menarik Ara keluar rumah dengan semangatnya yang menggebu-gebu. Mereka berdua berlarian menuju rumah Sisy yang nggak jauh dari rumah Ara. Sesampainya di teras rumah Sisy,
“Hee.. Nglamun aja. Eh kenalin Zak, temenku ngrangkep adekku,” kata Sisy.
“Oh, Iya. Zaki. Kamu?” kata Zaki sambil bersalaman dengan Ara.
“Ara,”
Mereka bertiga bercengkrama di teras rumah Sisy. Sesekali tertawa bersamaan. Sampai menjelang sore. Zaki berpamitan untuk pulang. Pertemuan itupun berakhir.
“Dek, gimana si Zaki?” tanya Sisy.
“Gag gimana-gimana. Kenapa mbak? Mbak naksir Zaki ea? Hayo-hayo,” Goda Ara.
“Ya gaglah! Mbak mau nyomblangin dia ke kamu dek,”
“Hwee???? Haha.. mbak ini.. ada-ada aja pake acara nyomblang-nyomblangin aku segala. Udahlah, ku pulang dulu mbak,” pamit Ara.
“Lho dek, serius ini,”
“Yayaya… terserahlah,” jawab Ara sambil berlalu.
Beberapa bulan kemudian, mereka bertiga semakin akrab. Mereka punya basecamp sendiri. Kadang mereka berkumpul bertiga, kadang juga berdua karena Zaki orangnya memang sibuk. Sebagai orang yang paling muda, Ara kagum dengan kepribadian Zaki yang mandiri. Sampai suatu ketika, hanya Ara dan Zaki yang berkumpul.
“Eh, Ra. Aku lihat di fbmu, kamu lagi berpacaran sama Mita ea?” tanya Zaki.
“Olala…. Cuma iseng kog kak. Lagipula Mita juga yang ngajak aku buat in rel,”
“Aku ngelihat wall kalian lho.. jadi merinding ndiri. Pake sayang-sayang segala,”
“Doeng. Biasa ja kak kyak gitu,”
“Hati-hati lho Ra, takutnya jadi beneran,”
“Gaglah kak. Mita tuh sudah ada yang disukai. Aku juga lagi suka sama cwok kok,”
“Cie-cie. Siapa, Ra?”
“Bukan suka sih.. cuma sekedar kagum saja,”
“Ia,, tapi siapa Ra,”
“Adda ajjjjjjaaaa,”
“Yah Ara, kakak jadi penasaran nih. Siapa tau kakak bisa nilai dia,”
“Iya-iya, Cari aja alamat fbnya zhokerz@gmail.com. Tuh orangnya,” jawab Ara dengan muka merah padam nahan malu.
“Ah… gag mungkin. Masa alamat fbku sendiri, Ra,”
“Yaudah kalau gag percaya,”
“Hehe.. iya-iya. Ntar aku lihat deh anaknya kyak gimana,”
Percakapan menjadi diam sejenak disusul datangnya Sisy membuat suasana yang canggung menjadi ceria lagi. Tiba-tiba hp Ara bergetar. Ada sms masuk. Dari Aldy, mantan Ara. Ara yang semula ceria berubah jadi tegang gag karuan.
“Siapa dek?” tanya Sisy.
“Aldy, mbak. Dia udah di depan rumahku. Gimana iniiii!!!!!!” jawab Ara kalut.
“Udah, ajak aja kesini. Kita hadepin bareng-bareng,” jawab Sisy.
“Siapa, Sy?” bisik Zaki.
“Mantannya Ara,”
“Ouh,”
Beberapa menit kemudian, Ara dan Aldy datang. Setelah perkenalan singkat, disusul debat yang seru sekali antara Aldy dan Zaki sampai-sampai Ara dan Sisy hanya terdiam saja melihat keduanya. Ara pun semakin kagum sama Zaki. Debat pun berakhir setelah Aldy berpamitan untuk pulang.
“Kak zaki hebat!!!” teriak Ara kegirangan.
“Hehe. Eh,Ra. Tadi uda kulihat fbnya dia lho,”
“Terus? Menurut kak Zaki, dia gimana?” tanya Ara.
“Kayaknya dia anak bandel lho, Ra,”
“Ara gag peduli,”
Tengah malamnya Sisy telpon Ara. Demi mendengarkan curhatannya Sisy, Ara rela sampai gag tidur padahal besok masih sekolah. Dan isi curhatan itu amat sangat membuat Ara Shock. Mengetahui bahwa sebenarnya Sisy suka sama Zaki. Dan semuanya pun menjadi sangat jelas… Ara menutup telpon dan Ara pun menangis. Hatinya yang baru saja sembuh dari luka harus disayat-sayat lagi. Hp Ara bergetar. Sms masuk dari Sisy.
-Dek, kok ditutup telponnya?
-maaf mbak, kebelet tadi, hehe. Ara
Padahal Ara menutup telponnya karna dia gag mau kalau mbak Sisy tau dia lagi nangis
-Ouh, ea. Gpp. Dek, enaknya gimana?
-mbak jangan maksa kak Zaki buat suka ma aku lagi. Klo emang kalian berdua saling suka ya jadian aja. Gag usah saling gengsi.gag usah ngerasa saling gag pantes. Aku tidur dulu mbak, besok masih sekolah.
-Iya, makasih ea dek. Uda rada plong sekarang.dek, janji gag bakal bilang sama Zaki atau siapapun. Ini rahasia kita berdua. Ok
-Iya.
Ara pun duduk dipojokan kamarnya. Diam.. namun air matanya gag bisa berhenti untuk menetes. Semua memori yang telah dia tutup terbuka lebar. Teringat akan masa lalunya yang menyakitkan. Dan untuk kesekian kalinya Ara harus mengalaminya. Ditusuk dari belakang sama teman sendiri.
“AKU BENCI JATUH CINTA!!!” teriak Ara sambil melempar bantal yang dipeluknya.
Semenjak itu Ara berusaha untuk jaga jarak dengan keduanya, baik Zaki maupun Sisy. Dan disaat Ara terpuruk, Aldy dengan setia menemani Ara meskipun Ara selalu bersikap acuh, tapi Aldy tetap pantang menyerah. Tetap berusaha agar bisa balikan lagi sama Ara. Dan Ara tetap saja tak bergeming.
Sampai pengumuman hasil seleksi PTN pun Aldy tetap dampingi Ara. Memberikan pandangan tentang universitas-universitas yang akan dituju Ara. Namun semua perhatian Aldy itu Ara anggap gag lebih dari perhatian seorang kakak sama adiknya. Hati Ara sudah tetutup buat Aldy.
Disaat titik jenuh itu memuncak…Zaki datang dan ingin membantu Ara. Meskipun Ara tahu, hal itu akan membuat kontroversi belum lagi perasaan Sisy yang akan tersakiti nantinya, Ara tetap menerima uluran tangan Zaki. Dan semua yang Ara prediksikan sebelumnya pun terjadi..
Sisy patah hati. Apalagi setelah Ara menulis status di facebooknya ‘salahkah saya jika saya sayang dia’ yang langsung mendapatkan komentar dari Sisy bahwa gag ada yang salah dengan rasa sayang. Yang penting kita harus jujur pada semua yang bersangkutan dengan orang yang kita sayangi., Zaki dan Sisy. Dan pertanyaan-pertanyaan Sisy yang membuat Ara semakin merasa bersalah karena Ara juga tahu rasa sakitnya ditusuk sama teman sendiri. Karena Ara merasa, dia gag ada bedanya sama sahabat Sisy yang udah ngerebut orang yang Sisy sayang. Setelah itu, facebook Ara langsung dihapus dari facebook Sisy.
Ara bingung harus gimana… Sisy salah paham. Mencoba untuk menghubungi, tapi gagal terus. Datang ke rumahnya, tapi Sisy pergi entah kemana. Sisy menghilang begitu saja tanpa mendengar penjelasan dari Ara.
Zaki baru menyadarinya setelah facebooknya juga dihapus sama Sisy. Ara gag tahan lagi. Dan dengan amat sangat terpaksa, Ara membuka rahasianya dengan Sisy supaya Zaki tahu semuanya. Supaya clear semuanya. Zaki merasa bersalah juga. Tapi terlambat… Sisy sudah menghilang…

Rabu, 03 Maret 2010

In Memoriam

“Teet..teet..teeeeeetttttttt…”
Bel masuk berbunyi. Aku mempercepat langkahku tuk segera masuk ke kelas. Hari ini, untuk kesekian kalinya aku datang terlambat. Dan bodohnya, aku selalu terlambat di jam pelajaran Pak Rudi, guru fisika yang bawelnya minta ampun. Heran banget kok nggak bosen-bosennya nasehati aku mulu. Alhasil, aku selalu duduk dibangku paling depan sebangku dengan dia, Rhega, the freezeman in this class. Sayang banget eah, tampang cakep tapi beku beuhh..
“Zizhy Aprillia‼ Sudah berapa kali bapak ingatkan jangan terlambat lagi. Ini kali terakhir kamu terlambat, kalau kamu terlambat di jam pelajaran bapak lagi, silahkan meninggalkan kelas ini! Mengerti‼” Ancam Pak Rudi.
“Hehe.. Iya, Pak. Maaf, permisi Pak,” kataku sambil tersenyum. Hufft,, sialan. Kenapa telat selalu waktunya Pak Rudi sih. Jadi kena omel terus deh, ucapku dalam hati.
Aku berjalan ke bangkuku sambil terus-terusan menggerutu dalam hati. Sial! Sial! Siiiaaalllll‼ Kesialanku ini akan bertambah ketika aku menyapa Rhega.. yakin deh.
“Hai, Rhe,” Sapaku sambil tersenyum.
Daaaannn.........eng.ing.eng, diam seribu bahasa. Hanya melirik sekilas lalu kembali menatap lurus ke papan tulis. Duhh..nyesel deh udah nyapa dia, ucapku dalam hati. Akupun mengikuti pelajaran yang sedang berlangsung. Terkadang, aku melihatnya dalam-dalam. Lucu juga ekspresi wajahnya ketika sedang serius mendengarkan penjelasan dari guru ataupun ketika dia sedang menguap pertanda dirinya mulai mengantuk ataupun bosan dengan mata pelajaran yang sedang berlangsung.
”Zhy, bangun. Bu Ema dateng tuh,” bisik Rhega sambil menyenggol tanganku.
Sekejap aku langsung terbangun. Bukan karena kedatangan Bu Ema, tapi karena Rhega tadi membangunkan aku! Seorang Rhega?! Ya ampun.. mimpi apa aku tadi yah..
”Eh, iah. Thanks dibangunin. Nggak salah minum obat, Rhe?”
Rhega hanya tersenyum dan seperti biasa, menatap kembali papan tulis. Aku hanya geleng-geleng kepala sambil tersenyum juga. Akhirnya, Rhega bisa membuka dirinya sedikit, pikirku.
Hari ini, aku terlambat lagi. Sepertinya bakat terlambatku sudah menempel ditubuhku lekat-lekat dan nggak mau pergi. Dan tiap hari juga aku duduk sebangku sama Rhega semenjak bakatku ini tambah menjadi-jadi. Ternyata Rhega nggak separah yang dikatakan teman-teman. Dirinya yang semula tertutup es tebal, kini mulai mencair. Rhega mulai bisa membuka dirinya, setidaknya untukku, meskipun begitu dia masih tertutup sama teman-teman yang lain.
”Rhe, kamu bisa berubah juga ya, aku pikir kamu bakal selamanya menyandang predikat The Freezeman in this class. Ternyata bisa akrab juga sama aku.. kok bisa ya?”
”Aku ngerasa kamu mirip ma adekku. Teledor.. telatan parah.. hahaha,” kata Rhega sambil tertawa.
”Hmm.. aku nggak pernah tau adekmu. Dia sekolah dimana?”
”Dia udah nggak ada,” jawab Rhega datar.
”Hah??? Maksud kamu nggak ada..meninggal??”
”Yah gitulah. Nggak usah bahas dia ya,”
Kami berdua terdiam. Aku masih memikirkan kata-kata Rhega . Adiknya meninggal? Karena apa? Apa karena itu aku bisa akrab dengannya? Karna aku menggantikan posisi adiknya? Berbagai pertanyaan berkelebat dibenakku.
Sejenak aku bisa melupakan semua itu. Kita berdua kembali ke kehidupan semula. Selalu bercanda berdua, kemana-mana selalu bersama. Dimana ada Rhega, disitu pasti ada sosokku. Teman-teman beranggapan bahwa kita jadian. Ku akui memang perilaku Regha sama aku berbeda dengan cewek-cewek lainnya. Lebih perhatian. Tapi Regha dan aku tetap bersikap biasa. Only brother and sister.. itulah kita.
2 bulan telah berlalu. Aku dan Rhega benar-benar seperti saudara. Orang tua Rhega juga demikian. Aku sering main ke rumahnya Rhega ketika ada waktu luang. Sampai akhirnya suatu ketika Rhega menceritakan sosok kembaranku, adiknya. Cantik, anggun, dan ceria membalut sosok gadis itu yang kini hanya tersenyum dibalik pigura kaca yang membingkainya dengan indah. Itulah Rheva, adik perempuan Rhega. Usia Rhega dan Rheva hanya berselang 1 tahun. Rhega menceritakan betapa dekatnya dia dengan Rheva. Rhega sangat menyayangi Rheva, hingga kematian Rheva yang datang begitu cepat membuat Rhega depresi berat dan berubah menjadi pendiam.
Siang itu, Rheva minta dijemput di sekolahnya, tapi Rhega nggak bisa menjemputnya karena dia mau latihan band. Rheva tetap memaksa Rhega untuk menjemputnya dan mengancam Rhega kalau Rheva nggak akan pulang ke rumah lagi jika Rhega tidak menjemputnya. Rhega tetap pada pendiriannya. Malam harinya, sepulang latihan, Rhega dikejutkan dengan terpasangnya tanda berduka cita di pintu pagar rumahnya. Rhega lebih terkejut lagi ketika masuk ke rumah, dia mendapati Rheva terbujur kaku di peti mati. Rheva meninggal tertabrak mobil ketika ia menyebrang dari pintu gerbang sekolahnya. Rhega menyesal, kenapa tadi dia menolak permintaan Rheva? Kenapa dia lebih mementingkan bandnya? Dan kenapa dia nggak tanggap dengan ancaman Rheva, ”Rheva nggak akan pulang ke rumah lagi..” Selama ini Rhega selalu menyesalinya dan menganggap bahwa kematian Rheva karena dirinya meskipun orang tua Rhega telah mengikhlaskan kepergian Rheva dan memang ini sudah menjadi takdir Rheva, Rhega tetap tidak peduli.
Sampai akhirnya Rhega bertemu denganku. Wajahku memang beda, tapi sifatku yang mirip dengan Rheva membuat Rhega jadi termotivasi untuk bangkit lagi. Rhega merasa mendapatkan kesempatan kedua lagi. Karena itulah, dia membuka sedikit-demi sedikit dirinya yang tertutup itu hingga kini sudah tiada batasan buat Rhega dan aku.
”Rheva tuh manja, telatan, bandelnya minta ampun, sama seperti kamu, Zhy,” ucap Rhega sambil menatapku.
” Tapi secara fisik beda banget. Aku nggak cantik, Rheva cantik. Banget malah,”
”Memang beda. Kamu nggak cantik, tapi manis Zhy,” kata Rhega sambil mencubit pipiku.
”Iya-iya,” jawabku dengan tersenyum.
”Tuhkan manis, lesung pipitnya langsung nongol deh. Hehehe,”
”Oh iya, liburan ini ada rencana kemana?” tanyaku.
”Mungkin ke Bandung, Kalau Zizhy sendiri? Pasti ke Malang, iya kan?”
”Iya. Kemana lagi. Nanti jangan lupa oleh-olehnya buat Zizhy ea Rhe,”
”Siip, pastinya,” kata Rhega sambil mengedipkan sebelah matanya. Ya Tuhan, betapa sempurnanya makhluk yang Kau ciptakan di hadapanku ini. Kadang aku lupa betapa tampannya Rhega. Pantas saja beberapa cewek di sekolah benci banget ngelihat aku dan Rhega dekat.
Liburan sekolah tiba. Aku bersama keluargaku pergi ke Malang, sedangkan Rhega dan keluarganya ke Bandung. Liburan ini ku habiskan dengan bersenang-senang sepuasnya. Refreshing ditengah-tengah kejenuhan menghadapi pelajaran di sekolah yang tiada habisnya. Dan selama liburan itu, aku kehilangan kontak dengan Rhega. Mungkin dia juga sedang bersenang-senang disana bersama keluarga besarnya.
Hari ini hari masuk sekolah usai liburan 2 minggu berlalu. Tapi, Rhega belum juga datang. Tidak seperti biasanya, Rhega terlambat lebih dari aku. Hingga bel masuk pun berbunyi, sosoknya belum terlihat. Mungkin dia masih di Bandung, batinku.
Hingga 1 Minggu berlalu. Rhega juga belum masuk sekolah. Aku sudah berusaha untuk menghubunginya tapi selalu pending, bahkan akhir-akhir ini nomer handphonenya tidak aktif begitu juga dengan nomer handphone Tante Wulan, mama Rhega, juga tidak diangkat. Aku mendatangi rumahnya, tapi selalu kosong. Ada apa ini sebenarnya??
Akhirnya hari Sabtu, aku mendapat telepon dari Tante Wulan. Sempat bingung ketika aku berbicara dengan Tante Wulan yang tiba-tiba menangis dan mengabarkan bahwa Rhega sedang dirawat dirumah sakit. Shock sejenak... Rhega kenapa? Sakit apa? Kenapa nggak ngabari aku selama hampir sebulan?
Begitu dapat ijin dari sekolah untuk keluar, aku langsung meninggalkan kelas dan menuju ke RS Dr. Soetomo, tempat dimana Rhega dirawat. Aku benar-benar shock dengan semua ini begitu melihat muka Rhega yang pucat pasi terbaring di tempat tidur. Tanpa kusadari, air mata menetes dipipiku. Aku hanya terdiam, menyentuh tangan Rhega yang dingin. Rhega terbangun, dia hanya tersenyum melihatku.
”Zhy...”
”Kenapa Rhe?”
”Maaf iya, aku seperti ini,”
”Kenapa nggak kasih kabar ke aku, Rhe?”
”Aku nggak mau kamu repot,”
”Aku nggak akan repot Rhe,” kataku sambil terisak.
”Duh, Zizhy kok nangis sih, Rhe nggak mau lihat Zizhy nangis. Nanti manisnya hilang loh,” kata Rhe sambil mengusap airmataku.
” ........”
”Boleh nggak Rhe minta 1 permintaan,”
”Apa?”
”Rhe pengen meluk Zizhy,”
”Ia,”
”Zhy, kalau Rhega nanti nggak ada, Zizhy harus bisa jaga diri ya, jangan telatan mulu,”bisik Rhega sambil memelukku erat.
”Rhe kok ngomongnya gitu?”
”Karena Rhe ngerasa udah deket. Rhe juga pengen ketemu sama Rheva. Rhe kangen Rheva. Janji ea Zhy,”
”Zizhy janji,”
”Makasih....”
”Udah ea, Zhy pamit pulang. Balik ke sekolah lagi. Mana jamnya Pak Rudi, nanti Zizhy kena omel lagi sama Pak Rudi, Bye Rhe,” kataku sambil melepaskan diri dari pelukkan Rhega.
”Bye Zhy,”
Keluar dari kamar Rhega, aku sempat menyanyakan ke Tante Wulan tentang sakit Rhega. Kenyataan yang begitu menyakitkan. Ternyata Rhega sakit leukimia dan sudah stadium akhir. Tante Wulan juga shock mengetahui hasil uji lab dari rumah sakit yang menyatakan Rhega sakit leukimia. Sudah 3 minggu Rhega dirawat di rumah sakit. Dia nggak mau ngasih kabar ke siapapun, bahkan ke sekolah. Tante Wulan memberikan sesuatu untukku. Sebuah kalung pemberian Rhega sebagai oleh-olehnya dari Bandung waktu liburan kemarin, sebelum kesehatan Rhega drop seperti sekarang. Aku langsung memakainya dan mengucapkan terimakasih kepada Tante Wulan sekaligus pamit kembali ke sekolah.
Aku kembali ke sekolah dengan pikiran nggak tenang. Pelajaran fisika yang diterangkan Pak Rudi pun nggak nyantol satupun. Waktu Shalat Dhuhur tiba. Aku segera menuju ke masjid dan melakukan shalat berjamaah dengan siswa-siswi lainnya. Selesai shalat mendengarkan kultum yang dibawakan dari anak kelas X.
”Demikian kultum yang dapat saya sampaikan. Semoga bermanfaat, wa bilahi taufiq wal hidayah, wassalamualaikum wr.wb,” ucap anak tersebut sebagai tanda bahwa kultumnya telah selesai.
”Anak-anak, mohon perhatiannya sebentar. Hari ini, kita turut berduka cita atas berpulangnya Ananda Rhega Septian Putra ke Rahmatullah. Semoga diberikan tempat disisi-Nya dan bagi yang ditinggalkan bisa lebih tabah, mari tundukkan kepala sejenak. Kita berdoa bersama. Berdoa, mulai...”
Sejenak hatiku tersentak mendengarnya. ’Rhe uda gag ada..’ Tanpa kusadari airmata meleleh begitu saja. Aku hanya terdiam, berdoa dengan air mata mengalir deras dipipiku. Baru saja aku bertemu dengannya, berbicara dengannya, memeluk dirinya, namun kini dia sudah pergi jauh dan nggak akan pernah kembali. Selamat jalan Rhega, semoga dirimu diterima disisi-Nya dan mendapatkan tempat yang layak disana.
Bagiku, hanya 5 bulan aku mengenal Rhega. Namun, untuk melupakannya takkan pernah bisa. Dia seperti kakakku sendiri. Dirinya, memang sudah tiada, namun kenangan tentangnya takkan terlupakan bagiku. Terimakasih Rhega, karena dirimu sudah mengisi kehidupanku meskipun hanya sejenak. Terimakasih karena sudah mengijinkan aku mengenalmu lebih jauh. Terimakasih...

In Memoriam
R.B.S
(1 Juni 1991 – 28 Februari 2008)

Senin, 22 Februari 2010

Tentangnya..

Tentangnya
Yang kutahu
Dia bukanlah siapa-siapa, hanyalah orang biasa
Tapi ku tahu, dia lebih dari siapapun
Aku,,
Mencintainya sejak pertama kali melihatnya..
Mencintainya yang apa adanya..
Mencintainya dengan kesederhanannya..
Mencintainya dengan kepolosannya..
Mencintainya sebagai musuhku..
Mencintainya meskipun dia menyebalkan..
Mencintainya meskipun aku membencinya setengah mati..
Mencintainya sebelum mereka mengenalnya..
Mencintainya sebelum dia menjadi bintang..
Dan sampai saat ini.. aku tetap mencintainya..

Tentangnya
Yang kutahu
Untuk kali pertama aku berubah
Dia,,
Membuatku tak bisa tenang..
Membuatku slalu memikirkan dirinya..
Membuatku hafal akan suaranya..langkahnya..
Membuatku tersentuh dengan panggilan spesialnya yang hanya untukku..
Membuatku terinspirasi tuk menghasilkan karya..
Membuatku tersenyum melihat tingkahnya..
Membuatku tertawa mendengar candanya..
Membuatku takut memandang matanya..
Membuatku menangis karna usilnya..
Membuatku marah karna angkuhnya..
Membuatku cemburu melihatnya bersama para ‘fans’nya..
Membuatku sakit ketika ia sakit..
Membuatku slalu merindukan kehadirannya..
Dan hingga saat ini,, dialah yang bisa membuatku jatuh cinta..

Tentangnya
Yang kutahu..
Dia bukanlah milikku
Takkan pernah menjadi milikku
Karna kutahu
Dia tlah bersama yang lain
Kurelakan dia tuk pergi
Karna ku tak punya hak apapun tuk melarangnya
Semua kenangan tentangnya terhapus sudah
Tak lagi kuingat suaranya..langkahnya…
Meski dulu ku slalu tahu hadirnya hanya dengan mendengar suaranya
Tak lagi kubisa menemukan dirinya ditengah-tengah hingar-bingar keramaian
Meski dulu ku slalu menemukan dimana dirinya berada
Tak lagi membencinya setengah mati
Karna kutahu..
Semakin membencinya.. pikiranku akan dipenuhi olehnya
Dan aku semakin tak dapat melupakannya.. aku benci itu!
Ku ingin melupakannya dan membuka lembaran yang baru
Dan kini saatnya untukku lanjutkan hidup
Tanpa dirinya yang hilang
Bersama dengan dia yang memberiku harapan baru
ku yakin itu…

Kamis, 07 Januari 2010

Dan puisi ini tercipta

Otakku kacau
Berbagai pikiran berloncatan kesana kemari
Ingin tidur
Tapi malah merangkai pikiran menjadi sebuah kesatuan
Ahh. . aku tak mau begini
Ku ambil secarik kertas
Dan tanganku pun trus menari diatasnya
Entah sejak kapan ku memikirkannya. .
Dirinya. . menginspirasiku
Membuat tanganku menari semakin cepat
Meninggalkan bayang-bayang indah setelahnya
Tentangnya. .
Kehidupannya. .
Sifatnya. .
Kebiasaannya. .
Kata-katanya. .
Tingkah lakunya. .
Senyumnya. .
Tawanya. .
Tangisnya. .
Amarahnya. .
Cemberutnya. .
Kekasihnya. .
Dan mungkin
Kematiannya. .
Semua menjadi bayang-bayang tari si tangan
Yang tercipta Karna otak tak mau diam
Kini otak mulai terdiam
Dan tangan pun memperlambat tarinya
Hingga akhirnya dia berhenti. . .
Dan puisi ini tercipta

Senin, 04 Januari 2010

Begini. . begini dan begini. .

Tersentak dengan pertanyaan seorang teman,"knapa? kog gag begini?"
Lalu berfikir
Kenapa ya??
Dan otakku pun mulai beraksi
Jika aku begini. . maka akan begini. .
Tapi gimana??
Aku sih maunya begini. .
Meskipun bakal begini resikonya
Enaknya kalo begini. . aku takut jika nantinya akan begini. .
Trus gimana??
Masa' harus
begini??
Selamanya begini??
Begini. .
Begini. .
Begini. .
dan
Begini. .
Slalu saja begini
Takkan pernah brubah

Sabtu, 02 Januari 2010

tik.tik.tik...


Detik-detik menjelang perpisahan pun semakin dekat
Yang kuingin disaat ini..
Berbicara dengannya
Membicarakan yang dulu tertunda
Dan hingga saat ini aku masih bertanya-tanya
Benarkah apa yang kurasakan dulu sama seperti dirimu??
Kutahu.. semua terlambat
Tapi ku tetap ingin dengar pengakuan darimu…apapun itu…
Dan kuingin kamu mendengar pengakuan dariku
Bahwa aku sayang kamu… aku cinta kamu..
Aku nggak peduli kamu mau bilang apa
Benci aku? Sangat membenciku? Bahkan muak kepadaku..
Sampai-sampai untuk melihatku saja tak mau..
Namun,, jika jawabannya berbeda dari apa yang kupikirkan..
Bolehkah aku memelukmu.. mencium keningmu..
Sebelum kita berpisah untuk slamanya..
Dan ku takkan pernah mengganggu hidupmu lagi..
Kurasa kita sama-sama egois
Gag ada yang mau mengalah
Bahkan hanya untuk mengucap kata maaf
Biarlah aku yang mengawali dan mengakhirinya..
Maaf dan terimakasih
Maaf atas semua perlakuanku dulu
Maaf jika aku mengacuhkanmu
Maaf jika aku membuatmu sengsara
Maaf jika aku slalu mengganggu kehidupanmu
Maaf karna aku nggak pernah ngungkapin perasaan ini…
Dan,
Terimakasih karna bersedia mengenalku
Terimakasih atas semua perhatianmu yang slalu kuanggap itu penyiksaan
Terimakasih karna dirimu membuatku belajar untuk lebih baik
Terimakasih tlah mengajarkan padaku untuk menghargai orang lain
Terimakasih tlah mengajarkan padaku rasanya jatuh cinta meskipun sakitnya teramat sangat
Terimakasih tlah memberikan padaku kenangan yang gag akan pernah kulupa…
 
©Suzanne Woolcott sw3740 Tema diseñado por: compartidisimo