Selasa, 07 Mei 2013

Goodbye Bubu ♥♥

Rasanya nyesek.. pas tau Bubu sakit dan aku gag bisa berbuat apa-apa buat nyembuhin dia. Nyesek pas dia cuma bisa tiduran lemes gag berdaya dibawah pohon mangga dekat kolam ikan dan sesekali aku mengelus tubuhnya hanya untuk sekedar tahu dia masih bernafas. 
Aku masih ingat tanggal 27 April kemarin dia menangkapkan tikus dirumahku. Hari itu dia masih lincah seperti biasanya. Tapi entah kenapa setelah hari itu, dia mulai sakit. Gag mau makan.. badannya lemes.. dia cuma tiduran ditaman depan rumah.. Mungkin ingin menghabiskan sisa waktunya dirumah ini. Aku tau dia akan pergi..  Setiap hari, aku slalu menemaninya dipinggir kolam.. sambil mengajaknya makan. "Bubu sayang,, makan yukk.. ini enak lohh.. ini kan snack kesukaanmu" sambil menyodorkan pakan ikan yang dia suka banget.. Tapi dia cuma menoleh sejenak lalu meneruskan tidurnya lagi. Aku cuma bisa menemaninya.. 
sabtu, 11 Mei kemarin dia tiduran di dalam pot.. Lucu melihatnya melungker didalam pot. Aku dengar ada penyemprotan DB hari itu. Sengaja aku gendong Bubu biar dia gag kena semprot dan sakitnya tambah parah. Namun ternyata, meskipun dia sakit.. tetap saja kebiasaannya tidak suka digendong gag bisa ilang. Dia meronta minta dilepaskan dan akhirnya aku menaruhnya kembali ke pot tempat dia tidur.
Sore harinya dia gag ada.. dia ngilang.. Aku tau seperti biasanya, kucing gag akan mau mati dirumah majikannya. Dia tau siapa orang yang sayang sama dia. Dia nggak mau majikannya sedih, terutama ayahku. Aku cuma bertanya "Bubu mana??" Ayahku mencari dia kemana-mana, tapi gag ketemu. Akhirnya diikhlaskan dia pergi. 
Tadi pagi, aku dapat kabar dari Ibu, Bubu sudah mati. dia ditemuin di belakang pohon palm rumah tetanggaku. Aku cuma diam.. sambil melihat foto-foto kelucuan bubu yang ada diHPku. Dan tanpa terasa airmataku menetes. Mungkin sebuah ketololan aku meneteskan airmata mengenang si Bubu.. Tapi aku gag peduli. 
Aku masih ingat, dulu, sepeninggal Pussy *kakaknya Bubu. Rasanya sepi. Dan gag lama setelah Pussy pergi, Bubu dan saudara-saudaranya lahir. Ada 4 ekor dan salah satunya mirip banget sama Pussy. Ayahku ngasih nama ke yang warna item. Namanya Cemeng. Dia kucing betina. Adikku ngasih nama ke kucing yang berwarna abu-abu blessh ekor panjang, namanya Cempluk. Dan aku kasih nama dia Bubu karena bulunya yang abu-abu.. 
Dulu Bubu dan Cempluk paling gag bisa dipegang. Dua kucing ini takut banget dipegang manusia. Tapi beranjak dewasa justru mereka yang akhirnya paling lengket sama kita. Dua kucing lainnya,Pussy dan Cemeng gag tahu ngilang kemana, mungkin diambil orang. 
Bubu mau dipegang sama keluargaku, tapi sama orang lain dia gag mau.
Bubu suka banget sama pakan ikan.. kalo dia lagi tidur dikeset depan kamar mandi, sering digodain dengan gerak-gerakin toples pakan ikan dia pasti bakal bangun dan lucunya, dia maksa banget makan pakan ikan sampe badannya dimasukin ke dalam toples.. hahahaha.. :'D
Bubu suka ngomel-ngomel sambil kabur lewat atas genteng kalo digodain.. lucu banget ngomelnya.. ngeong-ngeong gag jelas.. hihi..
Bubu suka banget tiduran dikeset depan kamar mandi.. tapi begitu kesetnya diambil, dia langsung tiduran dikeset kamarku. Beberapa kali pas aku tidur siang ditemenin sama dia.. dia tidur dikeset kamarku. pas aku bangun, dia ikutan bangun.. aku tidur lagi.. dia ikutan tidur lagi..X(
Bubu suka ngikutin ayahku kemanapun ayahku pergi.. kadang dia nungguin ayahku sepulang dari kantor didepan pintu dapur.. kadang dia ngikutin ayahku sepulang dari musholla dan dia menunggu dengan duduk manis didepan pintu kamar ortu sambil ayahku berganti baju.
Bubu kadang nemenin aku ngerjakan tugas kuliah sampe malam-malam.. dia tiduran disebelahku sambil aku ngetik di laptop.
Bubu aku kasih kalung dari gelangku yang warna pink.. bagus banget sama bulunya yang putih abu-abu, tapi lama-lama aku lepas,, udah mulai gag muad. hhi
Bubu punya keingintahuan yang tinggi. dia suka banget menjelajah seisi rumah.
Bubu juga suka tiduran diamben dekat jemuran dilantai atas. siang-siang pas jemur baju kadang dia tidur disitu sambil menikmati sepoi angin..
Bubu suka banget bercanda sama Cempluk..kadang pas lari-lari, Cempluk langsung manjat di pohon mangga, tapi Bubu gag bisa manjat .. lucu kalo dilihat, soalnya Bubu pasti ngomel-ngomel karena gag bisa ngejar Cempluk :D kadang juga mandiin Cempluk gantian.. tapi sekarang gag ada lagi yang nemenin Cempluk main :(
udah ahh.. semakin cerita.. semakin inget Bubu..
Goodbye Bubu-ku sayang :'(
rasanya baru kemaren kamu nangkep tikus..
tapi sekarang kamu udah pergi slamanyaa :'(
bakal kangen kamu.. slalu...
smoga disana kamu lebih bahagia yah..
salam buat Pussy..
always love you Bubu ♥♥ :')
R.I.P Bubu (07052013)



Minggu, 05 Mei 2013

Ingatkah Kamu..

Jujur, aku gag ngerti apa yang ada dipikiran dua orang ini. Awalnya aku kagum banget pas mereka mutusin buat lamaran sementara waktu itu aku lagi depresi bin frustasi. Aku kagum banget ma cerita 'curhatan' yang dia tulis di blognya. 

tentang suatu malam

aku ingat malam itu. di ruang tamu kosanku, dia berkata

“dek, mas pengen kamu jangan sampai melakukan, punya pikiran, bahkan sekedar punya niatan untuk sayang sama mas cuma pas lagi ada uang. jangan sampai ‘ada uang abang sayang, gak ada uang abang kutendang.’ tolong ya!”
aku menghela nafas sejenak. lalu kutanggapi perkataannya.

“gimana bisa kamu ngomong kayak gitu mas? kamu keliru punya pikiran kayak gitu tentang aku. kalau cuma uang alasanku atas semua ini, aku gak mungkin milih kamu. sejak pertama aku udah tau gimana kondisimu, dan aku tetep memilihmu. itu artinya aku memilihmu bukan karena alasan itu.”

aku melanjutkan,
“emangnya dari awal sampai hari ini, kamu punya uang? enggak kan? buktinya aku mau dan masih bertahan sama kamu.”

dia diam, menyimak.

“emangnya pernah selama ini aku minta ke kamu buat beliin aku sesuatu? pernah nggak sih aku minta kamu beliin aku boneka atau apa gitu ke kamu? enggak juga kan?
aku juga gak pernah tuh minta kamu ajakin kemana-mana. di saat temen2ku diajak pasangannya ke bromo, BNS, jatim park, atau kemana lah jalan-jalan gitu, aku tetep cuek dan gak pernah menuntut kamu macem2 meski tiap keluar aku mesti kamu ajak ke rumahmu. bahkan ke mall pun sekalipun kamu gak pernah ngajak aku kesana.”

dia tetap diam.

“kamu tau alasanku memilih kamu?”

“nggak. apa emang?”

“aku selalu membedakan mana yang kuinginkan dan mana yang kubutuhkan. awalnya, aku sempet gak mau menerima lamaranmu karena bisikan dari teman2ku.
aku menginginkan seseorang yang lebih tinggi dariku, lebih pinter, lebih kaya, keren, ganteng, modis, gak malu2in pas dikenalin ke temen2, motornya bagus, dan sebagainya.
dan kamu sama sekali gak memenuhi kriteria lelaki yang kuinginkan.”

aku menghela nafas. lalu kulanjutkan,
“sampai suatu hari, kamu ngajak aku sholat bareng. seumur-umur dalam hidupku, aku gak pernah sholat diimami oleh orang lain selain abah, masku, adekku, atau imam2 di masjid. dan hari itu, aku sholat berjamaah. denganmu, berdua. kamu jadi imam dan aku makmum.
hari itu, hari dimana aku akan menolakmu, mendadak berubah saat aku memandang punggungmu seusai sholat. aku seperti punya keyakinan bahwa mau menerima lamaranmu adalah pilihan yang tepat, gak peduli gimanapun kondisimu. kamu tau kenapa?”

“kenapa? emang di punggungku ada tulisan ‘MAU’ gitu?”

“ya nggak gitu kali. saat itu, saat memandang punggungmu, aku menyadari banyak hal. gak peduli dengan kriteria2 lelaki yang kuinginkan, justru lelaki seperti kamulah yang kubutuhkan.
dibandingkan dengan seseorang yang tinggi besar tampan dan modis, aku lebih butuh orang seperti kamu yang meskipun sederhana, tapi mampu menjadi imamku.
dibandingkan dengan seseorang yang pintar kaya dan berpenampilan menarik, aku lebih butuh orang seperti kamu yang meskipun gak punya harta melimpah tapi bisa menghormati wanita.
dibandingkan dengan seseorang yang kuinginkan tadi, aku lebih butuh orang seperti kamu yang meskipun gak punya apa2 tapi rajin ibadah dan taat agama.
itulah alasan kenapa aku memilihmu.
jadi kamu salah besar kalau menilai aku seperti itu.”

dia memandangku. terus memandangku.
sementara aku mulai menangis. sedih. terharu.

“jujur, banyak orang yang menghina kamu, meremehkanmu. tapi aku bertahan denganmu. aku gak peduli dengan apa kata mereka karena aku percaya padamu dan pada Allah.
aku sama sekali gak takut melarat karena memilih bersamamu karena aku memiliki Allah yang Maha Kaya dan Maha Pemberi. aku percaya pada-Nya.
demikian pula aku percaya padamu. gak peduli mereka bilang apa, aku tetep setia di sampingmu. mungkin hari ini kamu emang belum jadi siapa2. tapi aku percaya bahwa selalu ada jalan untuk manusia2 yang mau berusaha.
sekarang pertanyaannya, bisakah kamu jadi orang yang bisa kupercaya?”

“insya Allah, dek. sama kayak ayam. kalau mau mengais tanah, pasti ada aja makanan untuknya. manusia juga gitu, kalau mau usaha, pasti ada aja rezeki.”

“nah itu tau. gak usah dengerin apa kata orang. yang penting sekarang adalah usaha yang keras, bekerja yang giat, dan jangan lupa berdoa. selalulah percaya bahwa Allah itu Maha Segalanya. tetep semangat pokoknya. bukankah Allah gak akan mengubah nasib hamba-Nya kalau orang itu gak mengubahnya sendiri? iya kan?”

“aku udah berdoa dek. dan Allah udah ngabulin doaku.”

“emang kamu berdoa apa?”

“memiliki kamu di sisiku.”

“bohong ah. mesti ngerayu.”

“serius. selama ini, aku selalu dihina perempuan. mereka bilang aku gak tau malu karena melarat, gak punya apa2, belum kerja, tapi berani2nya naksir mereka. lalu aku berdoa kepada Allah agar aku gak dipersatukan dengan wanita seperti mereka. aku berdoa semoga aku dipertemukan dan dipersatukan dengan jodohku yang sesungguhnya. yang sholihah dan bisa menerimaku apa adanya.
dulu, pertama ketemu kamu, aku langsung berdoa pada Allah. ‘subhanallah. sungguh indah makhluk-Mu ini ya Allah. jika dia adalah jodohku, maka dekatkanlah. jika dia bukan jodohku, maka jodohkanlah kami berdua.’ dan niat tulus itu didengar oleh Allah. sekarang, kamu bersamaku.”

aku tersenyum padanya.

lalu dia berkata,
“tapi dek, aku baru belajar agama. malah mungkin pengetahuan agamaku kurang dibanding kamu. aku masih baru belajar dan aku menyesal kenapa gak dari dulu aja aku belajar agama.”

“mas, setiap orang itu punya masa lalu. aku gak mempermasalahkan gimana kamu dulu. yang penting yaitu gimana kamu sekarang dan ke depannya. yang kugarisbawahi bukan berapa banyak surat alquran yang kamu hafal atau berapa banyak ilmu agama yang telah kamu pelajari, melainkan kesungguhanmu untuk terus dan terus belajar agama.
bukankah lebih baik dulunya buruk tapi sekarang baik, daripada dulunya baik tapi sekarang buruk?
iya kan?”

dia mengangguk. kami saling tersenyum. saling memanjatkan syukur pada Allah karena telah mempertemukan kami.

dia sama sekali bukan orang yang sempurna, sama gak sempurnanya denganku. dan aku sangat berterima kasih pada Allah untuk hal itu.

ya Allah, terima kasih karena telah menciptakan aku tidak sempurna. terlebih terima kasih karena telah menciptakan seseorang yang kehadirannya menyempurnakan diriku.

******
Oke, sekian buat cuplikan dia.. Belum lagi beberapa puisi yang dia tulis diblognya dan tentunya buat si D***, calon suaminya. Nah lha kok malah kemarin aku denger kabar dia putus.. Apa-apaan ini?? Maaf kalo ikut campur, tapi apa masalahnya? Dia cuma bilang gag cocok. Aku sempet berpikir, apa karena masalah kesenjangan sosial antara mereka berdua dan akhirnya membuat si D*** mundur?? But,, helloo kalian berdua ini udah lamaran rekk.. Keluarga besar udah pada kenal.. kok bisa seenaknya putus. yah, aku juga gag ngerti masalahnya tapi kenapa gag dipikirin dulu gituu..*terlepas dari masalah bukan jodohnya. Alhasil aku coba buka blognya lagi dan ternyataaa..

Setelah Kereta Berlalu

Suatu pagi ketika aku sedang kuliah, aku mendapatkan SMS dari Wahyu. Dia adalah lelaki yang sedang kusuka. Tinggi, putih, sipit, dan sedikit gendut.

Wahyu merupakan penyimpangan kriteriaku. Biasanya aku tidak tertarik dengan lelaki yang berkulit putih, apalagi sipit. Aku cenderung menyukai lelaki berwajah Indonesia asli dengan kulit sawo matang yang manis.

Terlepas dari tampilan luar Wahyu, aku merasa nyaman ketika bersamanya. Aku merasa senang membaca dan membalas pesannya, mendengar suaranya, mendengarkan dia bercerita, ataupun jalan-jalan dengannya. Sesederhana itulah aku menyukainya.

Aku membuka SMS darinya. Dia bilang, dia sedang di perjalanan ke Malang naik kereta. Dia bersama 2 temannya sesama railfans. Mereka hendak ke stasiun Ngebruk (NB) untuk memotret kereta api yang sedang melintas disana. Katanya, view stasiun kecil itu bagus banget.

Dia mengajakku untuk ikut. Keretanya sampai di Malang kira-kira pukul setengah dua. Kuliahku selesai sekitar jam dua belas. Setelah keras berpikir, akhirnya aku memutuskan untuk ikut.

Seusai kuliah, aku langsung sholat dan makan. Lalu aku meminjam motor salah satu teman kosku dan pergi ke stasiun. Aku membeli tiket, masuk ke peron, lalu menunggu keretanya tiba.

Begitu kereta tiba, aku melihatnya berdiri dibordes bersama dua temannya. Semuanya laki-laki. Jujur, saat itu aku agak takut karena aku satu-satunya perempuan. Belum lagi melihat penampilan dua temannya yang agak nyentrik. Tapi aku berusaha santai dan gak menilai seseorang dari penampilannya aja.

Aku menghilangkan ketakutanku dengan berpikir positif tentang mereka. Wahyu temanku, dia orang baik. Mereka teman Wahyu, pasti orang baik juga. Masa iya Wahyu berteman dengan orang yang jahat? Oke, santai, Zalfa. Nyentrik penampilannya belum tentu busuk hatinya.

Aku pun memutuskan untuk berdiri juga di bordes bersama mereka. Aku berkenalan dengan teman-teman Wahyu, ternyata mereka lucu dan baik. Sepanjang perjalanan, mereka melontarkan humor-humor yang membuatku tertawa.

“Dia pacarmu? Ganteng gini. Pinter ya kamu kalau milih pacar.”

Tiba-tiba seorang petugas berkata demikian kepadaku. Aku buru-buru mengelak karena Wahyu memang bukan pacarku, meskipun aku menyukainya. Bordes jadi ramai gara-gara petugas aneh yang tiba-tiba bilang begitu kepadaku tentang Wahyu.

Setelah melewati stasiun Malang Kota Lama (MLK), Pakisaji (PSI), dan Kepanjen (KPN), akhirnya kami berempat sampai di stasiun Ngebruk. Benar kata Wahyu, stasiunnya emang bagus. Di depan stasiun, ada sawah terhampar luas. Di balik mendung, gunung terlihat sedikit malu-malu menampakkan dirinya.

Sementara aku dan temannya berbekal kamera pocket untuk memotret, Wahyu mengeluarkan DSLR Nikon miliknya. Dilihat dari penampilannya, kamera yang dipegangnya, perumahan tempatnya tinggal, serta seringnya dia ke luar negeri untuk liburan, aku berasumsi bahwa dia berasal dari keluarga yang cukup berada. Jujur, meski dia kaya, bukan itu alasanku menyukainya. Sama sekali bukan.

Wahyu pernah bilang kalau dia udah beberapa kali pergi umroh bersama keluarganya. Sebagai seorang muslim, aku sangat ingin pergi umroh juga, bahkan pergi haji. Oleh karena itu, aku gak pernah berhenti berdoa agar suatu hari aku dimampukan oleh Allah untuk melaksanakannya.

Aku gak banyak bicara dan lebih banyak diam. Masalahnya, mereka semua lelaki dan aku baru kenal. Aku merasa sangsi untuk ikut berbicara dan sedikit malu. Jadi, aku hanya diam dan memperhatikan mereka bercengkerama. Sesekali aku ikut tertawa apabila mereka saling melontarkan ejekan satu sama lain.

Karena gak terbiasa memakai jam, aku melihat jam di hapeku. Sudah waktunya sholat ashar.

“Ndel, udah masuk waktu ashar nih. Sholat dulu, yuk!”

Wahyu menjawab, “Bentar, Fa. Matarmaja paling bentar lagi juga dateng. Ntar kalau kelewatan Matarmaja gimana? Sholatnya ntar aja, nunggu Matarmaja lewat dulu. Udah nyampe sini rugi kalau sampai gak motret kereta.”

“Emang gak keburu ya kalau ditinggal sholat bentar aja?”

“Takutnya sih gitu.”

Aku menghela nafas, “Ya udah deh. Biar aku sholat duluan aja. Mas Aryo, mas Edo, kalian gimana? Mau ikut sholat?”

“Gak deh, Fa. Duluan aja.” kata mas Aryo.

“Iya, duluan aja, Fa. Kita ntar aja.” mas Edo menimpali.

Dari tempat kami duduk, aku berjalan sendiri ke stasiun. Kucari dimana letak mushollanya karena ini pertama kalinya aku ke stasiun ini. Biasanya aku cuma lewat aja.

Aku menemukan mushollanya. Ternyata, bangunan kecil di sebelah utara stasiun tersebut dikunci. Mungkin karena jam segini gak ada kereta yang berhenti di stasiun ini, gak ada calon penumpang yang menunggu keretanya disini. Akibatnya, gak ada juga yang akan sholat ashar disini, makanya mushollanya dikunci.

Stasiun ini sepi. Aku gak menemukan orang di sekitar musholla yang bisa kutanya dimana kuncinya. Aku lalu berjalan ke selatan. Ruang tunggu dan loket juga sepi. Jika semua sudut stasiun sepi, hanya ada satu tempat untuk menemukan orang yang bisa ditanya dimana kunci mushollanya. Yup, ruang PPKA.

Aku berjalan menuju ruang PPKA dengan segenap keberanian yang kumiliki. Ini daerah yang asing bagiku. Dan bagi PPKA, asing juga baginya melihatku. Sore-sore, ada gadis sendirian di stasiun kecil yang sepi.

“Assalamualaikum.” ujarku di depan pintu ruang PPKA.

“Waalaikumsalam.” seorang petugas menjawab salamku. Ada dua petugas di dalam ruang dengan banyak tuas kendali itu.

“Permisi, pak. Saya mau sholat ashar, tapi mushollanya dikunci. Boleh pinjam kuncinya?”

“Oh, boleh. Silahkan. Ini kunci untuk musholla, dan ini kunci untuk kamar mandi. Wudhunya di kamar mandi ya, di belakangnya musholla. Nanti kalau selesai, kembalikan lagi ya!” kata PPKA sambil meminjamkan kuncinya padaku.

“Iya, Pak. Terima kasih. Saya pinjam dulu kuncinya. Mari.”

Aku melangkah pergi meninggalkan ruang PPKA dan menuju kamar mandi terlebih dahulu untuk berwudhu. Setelah itu, aku membuka pintu musholla dengan kunci yang kupinjam tadi. Untungnya aku membawa mukena karena aku gak menemukan mukena disini.

Setelah sholat dan berdoa, aku melipat mukenaku dan kumasukkan kembali ke dalam tas. Lalu aku mengambil hapeku dan mengirim SMS untuk Wahyu.

Di SMS, aku berkata, “Kamu gak sholat dulu? Mumpung kuncinya belum aku balikin. Sekalian ajak temenmu juga.”

Lama aku menunggu, gak juga ada balasan dari Wahyu. Akhirnya kuputuskan untuk mengembalikan kuncinya ke PPKA. Setelah mengucapkan terima kasih dan berpamitan, aku kembali ke tempat Wahyu dan yang lain duduk, yaitu di pinggiran rel dekat sawah.

“Matarmaja udah lewat, Ndel?” tanyaku ke Wahyu yang biasa kupanggil ‘Endel.”

“Belum.”

“Nah, tau gitu kan tadi kamu sholat dulu. Sekarang sholat gih!”

“Ya elah, sekarang malah Matar mau nyampe kali, Fa. Ntar deh nunggu Matar dulu. Udah jam segini biasanya banyak kereta lewat. Matar, Malabar, Gajayana.”

Aku kecewa mendengar jawaban Wahyu. Sangat kecewa. Kekecewaanku semakin bertambah saat dia lebih mementingkan memotret kereta api sampai waktu ashar habis dan dia belum sholat.

Seketika rasa sukaku luntur. Menghilang, musnah.

Apa artinya dia sering pergi umroh jika dia menunda-nunda sholatnya dan akhirnya belum sholat sampai habis waktunya? Apa artinya jauh-jauh pergi ke tanah suci jika diingatkan dan diajak untuk sholat, dia malah enggan? Apa artinya menyembah Allah sampai ke Baitullah jika disini dia lebih mementingkan kereta daripada Allah?

Semua rasa kagumku, rasa sukaku, semuanya lenyap.

Dia yang tadinya menjadi kandidat calon imamku, kini tereliminasi sudah. Bagaimana mungkin calon imamku gak bisa memimpin dirinya sendiri untuk selalu menomorsatukan Allah melebihi apapun? Bagaimana bisa dia menjadi pemimpinku jika memimpin dirinya sendiri aja dia gak bisa?
Aku teringat kata petugas di kereta tadi jika aku pintar memilih Wahyu menjadi pacarku. Setelah kejadian ini, aku justru merasa sangat pintar karena gak memilih Wahyu menjadi pacarku.

Wahyu memang sosok pacar yang kuinginkan. Tapi ternyata, dia bukanlah sosok imam yang kubutuhkan.

Aku ingin punya pasangan yang tinggi, tapi aku butuh orang yang selalu merasa dirinya rendah di hadapan Allah sehingga selalu menyembah-Nya, menomorsatukan-Nya.

Aku ingin punya pasangan yang cerdas, tapi aku butuh orang yang dengan segenap kemampuan berpikirnya mengimani keesaan dan kekuasaan Allah.

Aku ingin punya pasangan yang kaya, tapi aku butuh orang yang dengan seluruh tenaganya dan setiap tetes keringatnya dipergunakan untuk berusaha mencari rezeki yang halal di jalan Allah.

Lebih dari apa yang kuinginkan adalah apa yang aku butuhkan.

Aku ingin pacar. Tapi aku butuh imam.

Dan orang itu bukan Wahyu.

*****
Taraaa.. hmm.. silahkan disimpulkan sendiri dehh .. Jujur, rada kecewa.. Aku masih inget pas aku nulis status pake foto mereka berdua dan 2 anak kecil.. Sumpah serasi banget kayak keluarga bahagia,, sakinah mawadah wa rahmah.. si D*** pake sarung dan peci dan F**** pake jilbab seperti biasanya.. Tuhan.. Jujur ya, aku iri ngelihat mereka berdua *kalo aku mana mungkin Satria mau diajakin foto gitu T^T, gag tau ya klo udah nikah nanti mau gag ya.. hahahahha XD. Ehh,, kembali ke cerita. Tapi sayangnya sekarang semuanya tinggal kenangan aja. Buat F****, ingat gag, waktu kamu nulis cerita tentang kamu dan D,, ingat dengan semua puisi yang kamu tulis ?? Inget tentang nasehatmu ke aku dulu?? Kenapa kamu langgar sendiri?? Kenapa harus diakhiri seperti ini??  Sedihh :(

 
©Suzanne Woolcott sw3740 Tema diseñado por: compartidisimo