Kamis, 18 April 2013

Menanti Pelangi

 

Kalau iklan di TV, teman bakal nenangin temannya yang lagi emosi dengan segelas air es yang ditaruh di dada. Tapi, kurasa temanku ga bakal sanggup meredam emosiku saat ini dengan cara itu, bahkan meski airnya disiram ke tubuhku sekalipun.

Aku terlanjur emosi dan sakit hati. Iya, aku sakit hati melihat pemandangan tepat di bawahku. Setelah sekian lama aku menunggunya yang ga juga pulang, ternyata aku malah dibuat sakit hati dengan kenyataan bahwa sebenernya dia juga sedang menunggu seseorang. Dia menunggu perempuan yang sekarang duduk di jok belakang motornya.

Sebel. Marah. Kecewa. Sakit hati. Kalau tahu gini mending aku pulang dari tadi biar ga lihat pemandangan super nyebelin ini. Panaaasss hati ini, sakiiittt. Aku yang sedari tadi dengan penuh cinta memandangnya dari lantai atas, deg-deg menghayati setiap lekuk wajahnya, ternyata harus menelan kenyataan pahit. Dia pulang, berdua.

“Udaaahhh….. Sabar aja”, kata Nanda menenangkanku.

“Sabar? Maunya, tapi susaaaahhhh….. Ya udahlah, mending sekarang pulang aja”

“Ya udah….. Tapi kamu tenangin dulu hatimu, biar nanti bisa konsen nyetir”

xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx

Aku benci sama diriku sendiri. Aku benci kenapa aku bisa suka sama dia. Padahal kalau dipikir-pikir, dia ga ganteng. Populer juga ga. Dia bukan kapten basket, bukan ketua OSIS, bukan komandan paskib, pokoknya bukan deretan cowok top lah di sekolah.

Dia cuma anak IPA biasa yang berkulit hitam dan rajin ibadah. Dia ikut paskib, sama sepertiku. Tapi baik aku ataupun dia hanyalah senior biasa, bukan termasuk dalam jajaran pengurus organisasi yang identik dengan kedisiplinan dan PBB tersebut.

Tapi, meski begitu dia tokoh utama dalam kisahku. Dia Pangeran dalam kisah Cinderella. Yah, agak maksa emang. Karena, pada kenyataannya aku hanya Upik Abu yang ga make sepatu kaca dan harus pulang sebelum tepat jam 12 malem.

“Eh, Ndut, jangan makan mulu dong. Lihat nih lengan udah segede paha”, ujarnya seraya menyenggol lenganku sambil senyum-senyum ngejek.

Aku cuma bisa ah-uh ah-uh. Seneng juga sih bisa deket sama gebetan. Tapi benci juga karena dengan begini, saat aku merasa jarakku semakin dekat dengannya, aku jadi semakin sulit untuk menghapus bayangnya dan berhenti mencintainya.

“Biarin. Dari pada kamu, udah tinggi, item, kurus pula. Dasar botol kecap”, aku ga mau kalah meledeknya. Abis kebiasaan deh tuh anak, sukanya godain mulu.

“Ga papa yee…. Item-itemnya kecap kan item manis. Weekk”, katanya PD.

Sumpah, dalam hati sebenernya aku mengamini ucapannya. Tapi tengsin gellaaaa kalau aku mengiyakan pernyataannya barusan. Haduuhhhh….. Siang-siang berdua sama dia di pinggir lapangan, bercanda bareng sambil lihatin junior-junior latihan, berasa minum es saat dahaga bener-bener bikin kering kerongkongan.

“PD mampus. Udah, sana-sana. Bantuin yang lain ngelatih gih. Huss-huss…..”

Dia kemudian menoyor kepalaku pelan, mengambil snack di tanganku dan pergi ke tengah lapangan, bergabung dengan yang lain. Hhhhh….. Aku berusaha menetralkan detak jantungku yang sedari tadi ga karuan akibat dekat dengannya.

Ini yang aku ga suka darinya. Dia selalu baik sama aku. Aku jadi selalu punya alasan buat tetap mempertahankan perasaanku untuknya. Aku merasa punya tempat di hatinya, meskipun sedikit. Bersamanya, aku merasa nyaman, dihargai, dianggap ada. Dan, itu sangat menyenangkan. Aku ga bisa membencinya dan melupakannya jika keadaannya terus menerus seperti ini. Ga bisa. Aku ga bisa bilang ‘tidak’ sementara ‘I do really love him’.
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx

Bosen nih, onlen facebook aja lah. Aku kemudian mengambil hape di bawah bantal dan membuka akunku lewat opera mini. Kubalas dinding-dinding yang menurutku ga basa-basi. Aku bales dinding dari Aya, temen sekelas gebetanku yang juga salah satu sahabatku.

Nafa Amilia
Sist, kenapa sih dia selalu baik sama aku? Padahal aku pengen lupain dia. Aku ga mau lagi sakit hati karenanya. Dalam diamnya, dia buat aku terluka. Aku ga mau berharap karena aku tau dia ga bisa diharapkan. Tapi kenapa dia seolah ngasih aku kesempatan? Aku benci saat hatiku selalu luluh oleh senyumnya T.T

Kukirim pesan dinding itu ke akun Aya. Tuh anak biasanya rajin onlen, paling bentar lagi juga dibales. Aku tahu curhat di fesbuk emang rawan dibaca siapapun. Tapi toh aku bukan siapa-siapa kan di sekolah? Jadi ga bakal ada yang peduli dengan setiap curhatku di dinding Aya ataupun di setiap status-statusku.

Cahaya Kumalasari
Kurasa dia baik sama semuanya. Mungkin kamu aja yang ngartiin kebaikannya dengan terlalu PD dan menganggap bahwa perhatiannya cuma untukmu. Ayolaahhh sista, buka mata. Mencintai itu ga bisa dihindari, tapi sakit hati itu pilihan.


Bener dugaanku, dia langsung bales. Tapi apa bener yang dibilang Aya barusan? Kalau sebenernya aku yang terlalu mengartikan kebaikannya dengan penuh percaya diri, yang salah dalam menerjemahkan setiap simpul senyumnya.

Oke, anggep aja Aya bener. Tapi ga peka kah si Hitam itu selama ini? Sebenernya dia nyadar ga sih selama ini dia udah nyuri separuh hatiku? Kalau iya, bukankah tindakannya dengan bersikap baik terhadapku adalah berbahaya karena bisa kusalahartikan sebagai wujud lampu hijau untukku? Tapi kalau ga, kenapa dia membuatku mengartikan kedekatan kami sampai sejauh ini? Dia buat aku merasa nyaman di dekatnya, menaruh harap padanya padahal kami hanya teman biasa, ga lebih dan ga kurang.

Huwaaaaaa…… Aku benci jatuh cinta. Sangat benci. Benci merasa sakit dan cemburu saat dia bersama perempuan lain. Benci merasa punya setitik harapan bahwa aku punya jatah khusus di hatinya. Benci merasa deg-degan saat ada di dekatnya. Benci merasa menjadi orang paling kudet karena ga tahu berita terbaru tentangnya. Dan, teramat benci merasa sedih saat tahu bahwa aku hanya bermimpi bisa menjangkaunya, terlebih meraihnya.

Nafa Amilia
Sakit hati itu pilihan? Iya juga sih. Kadang aku juga merasa kayak gitu. Aku kadang suka mikir kalau selama ini aku yang salah menerjemahkan setiap tingkahnya, aku yang kepedean merasa punya tempat di hatinya. Padahal, aku tahu dia baik ga cuma ke aku. Aku tahu dia hanya memosisikan aku sama seperti teman-teman yang lainnya. Tapi aku bisa apa? Aku mencintai dengan hati, hati yang tersakiti karena pilihanku sendiri :’(

Cahaya Kumalasari
Hwalaaahhhh….. cupcup, sist, jangan nangis dong. Air matamu terlalu berharga buat nangisin dia. Heran deh, padahal dia ya biasa-biasa aja. Tapi kok banyak yang suka yah? Ya kamu, ya si ini, si itu. Walahdalaaahhhh……

Air mataku terlalu berharga yah? Tapi, aku ga bisa kalau ga nangis. Aku emang cengeng. Masalah gini aja bikin mata sembab. Ayoo dong Nafaaa…… cari lelaki lain dan lupakan si Botol Kecap sialan itu. Buang jauh-jauh dia dari otak, buaaaanggg.

xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx

“Eheeemmm…… Ram, udah bel empat. Pulang, Ram, pulaaaanggg. Heheheh”, goda Aya saat lewat di depan cowok yang sukses ngehancurin hatiku berkeping-keping, mengambil puing-puingnya dan menatanya kembali, lalu menghancurkannya lagi dan seterusnya.

Dia cuma senyum-senyum aja menanggapi godaan Aya dan kembali bercengkrama dengan mantannya. Huhh….. Kok jadi deket lagi sih mereka berdua? Apa jangan-jangan mau balikan yah? Semoga aja iya. Paling ga, itu bisa memudahkanku melupakannya.

“Rama lagi berdua tuh sama Shinta di depan kelas. Tadi kugodain. Hahahaha”, kata Aya saat udah di sampingku, duduk di bawah pohon depan kelasnya.

“Iya, tahu kok. Tau tuh, mau balikan lagi mungkin. Bagus deh kalau iya”

“Kok bagus? Ga cemburu nih?”

“Ya bagus. Paling ga kan dengan balikannya mereka, itu bisa bikin aku gampang lupain Rama. Aku bakal semakin mudah ngapus jejaknya. Mungkin, Rama emang ditakdirin buat Shinta, bukan buat Nafa”, ujarku hopeless.

Aya mengelus pundakku, memberi kalimat-kalimat motivasi. Tapi aku terlanjur putus asa. Aku hanya salah satu dari sekian perempuan yang menaruh rasa padanya. Aku tahu ada yang juga sedang merasakan sakitku ini. Tapi, aku terlalu egois untuk berpikir bahwa ga cuma aku yang patah hati atas Rama.

Shinta, anak IPA sebelah kelas Rama. Dia kecil, cantik, lembut dan berwajah inosen. Huhh…. menjengkelkan. Mungkin itu yang bikin dia spesial di mata Rama. Dia terlihat lemah dan Rama, dengan penuh kepahlawanan, bakal selalu ada buat Shinta untuk menolongnya.

Sedangkan aku siapa? Aku cuma anak IPS yang gendut dan ga punya prestasi apa-apa. Aku emang bisa dekat sama Rama, tapi aku ga bisa menangin hatinya dan menjadi orang teristimewa di hidupnya. Mungkin di matanya, aku hanya teman satu organisasi yang paling ajib dibuat bahan ledekan, paling enak digodain dan diejek-ejek.

Tapi, bukannya cinta itu untuk semua orang? Trus, apa salahnya kalau orang gendut jatuh cinta? Kurasa itu bukan hal ajaib seperti besi terapung di air. Lagian, aku juga ga gendut-gendut banget aahh. Haduh….. Kenapa sih aku jatuh cinta sama orang yang salah?

Rama Adiputra. Ga, ga ada yang salah dalam dirinya. Dia baik, dia tekun beribadah dan selalu murah senyum sama siapa aja. Tapi, ada satu hal yang membuatnya bersalah, sangat bersalah. Dan kesalahan terbesarnya itu adalah membuatku jatuh cinta padanya sementara dia memuja Hawa lain dan bukan aku.

Ini berat, sangat berat. Perasaan cinta sebelah hati yang entah disadari atau ga oleh yang kukagumi setengah mati. Aku ga bisa terus-terusan ngarep ga jelas kayak gini. Aku tau pintu hatinya ga bakal terbuka untukku. Tapi kenapa aku ga bisa lekas pergi? Kenapa aku masih mematung disana dan berharap dia bakal bukain pintu itu untukku suatu saat nanti?

Iya, aku tahu aku bodoh. Aku mengharap yang udah jelas ga bisa diharapkan. Aku mencintai lelaki yang udah jelas mencintai perempuan lain. Tapi sejujurnya perasaanku selama ini terhadapnya adalah karena dia ga benar-benar menutup rapat pintu itu. Dia buka sedikit dan ngasih aku celah untuk melihat sedikit isi hatinya. Dia hanya membiarkanku mengintip dari celah itu, tapi ga pernah sekalipun memberiku izin untuk masuk, singgah, apalagi menetap di dalamnya untuk selamanya.

Ini semua emang salahku. Aku yang begitu bodoh karena menganggap bahwa dia memberiku celah adalah untuk mengujiku apakah aku termasuk orang yang sabar menunggu sehingga pantas untuk masuk ke dalam. Aku berusaha sabar demi pintu itu, demi memenangkan hatinya. Tapi nyatanya apa? Aku sama sekali statis di posisi yang sama.

“Kadang, aku merasa lelah dengan rutinitas cinta sialan ini. Aku lelah patah hati dan merasa pedih. Aku lelah merasa tersakiti seorang diri. Aku ingin lepas, dari penat, dari sakit yang menggores perih. Tapi, separuh hati masih ga rela kalau aku menyerah begitu aja. Masih ada sisa tenaga untuk berjuang meraih cintanya. Ga tau lah, Ya. Aku benci kayak gini terus-terusan”, curhatku dengan mata yang berusaha nahan tangis.

“Kenapa kamu ga berusaha naksir cowok lain aja? Siapa tahu dengan begitu kamu bakal lupa sama Rama”, saran Aya.

“Naksir cowok lain dan bertepuk sebelah tangan lagi? Percuma, Ya. Percuma naksir cowok lain kalau bikin luka baru. Luka yang ini aja belum kering dan ga tau kapan bakal bener-bener sembuh. Huhuhu”

“Iya juga sih. Tapi kalau kulihat, Rama tipe cowok yang susah jatuh cinta. Tapi sekalinya suka, dia bakal sayang banget sama ceweknya”

“Iya. Tapi sayangnya cewek beruntung itu bukan aku”

“Hoalaaahhh, Naf. Kita tuh emang bener-bener senasib yah. Aku juga gitu sama kak Fikri. Aku naksir dia setengah idup, eh dia-nya malah cuek bebek kwek-kwek. Aku sebel mampus saat lihat dia pacaran ala film India, apalagi pas ujan. Aku masih inget banget waktu itu dia mayungin pacarnya pake jaket ijonya padahal aku tahu itu jaket kesayangannya. Coba aku yang jadi mbak Ophie waktu itu, beuhhh…..”

“Tapi kamu masih mending sekarang udah ga ketemu lagi, jadi gampang lupainnya. Nah aku, tiap hari ketemu. Secara satu sekolah, meskipun beda kelas”

“Iya sih, Naf. Tapi sebenernya, semua berawal dari niat. Dulu, aku terus terbayang kak Fikri karena aku merasa bahwa dialah satu-satunya yang kusebut CINTA. Tapi sekarang, aku mulai mengerti bahwa cinta itu timbal balik, bukan seorang diri dan menyiksa hati. Maaf, ga bermaksud menyinggung”, kata Aya dewasa, padahal dia lebih muda dariku.

Cinta itu timbal balik? Tunggu-tunggu. Bukankah cinta ga mengharap balasan? Cinta hanya memberi tanpa berharap diberi. Wah, Aya salah mengartikan cinta. Tapi, kalau kata-kata Aya salah, lalu disebut apakah perasaanku saat ini? Kalau kubilang aku cinta Rama, semestinya aku ga berharap dia membalas cintaku kan?

Tapi nyatanya aku berharap, sangat berharap. Aku ingin dicintai oleh orang yang sangat kucinta, aku ingin dipedulikan oleh orang yang sangat kupedulikan. Aku ingin perasaan ini terbalas, ga kayak gini, bertepuk sebelah hati.

Grrrr….. Mereka berdua beranjak dari tempatnya, berjalan berdua menuju parkiran. Saat melewatiku dan Aya, mereka sempat menyapa. Aku hanya bisa tersenyum, dipaksa oleh keadaan. Kemudian, tanpa kedip arah pandangku mengikuti mereka. Yap, Shinta dengan anggunnya naik di boncengan Rama. Tuhaaannnn….. Kenapa bukan aku yang duduk di jok motor Rama? Kenapa harus Shinta? Kenapaaaaaa?
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx

“Heyy, Naf”, sapa Rama sambil menyenggol pundakku dari belakang.

“Apa sih, Ram? Sakit tahu”, aku pura-pura manyun.

“Emang masih kerasa? Hahahhah”, ledeknya.

“Kurang ajar. Kamu tuh kebiasaan deh kayak gitu”

Kebiasaan yang lagi-lagi bikin aku merasa punya tempat di hatinya padahal ga. Aku sebel kalau udah kayak gini. Aku takut semakin kecebur jauh ke dalam perasaan cinta terhadapnya. Aku takut semakin susah melupakannya. Huwaaaaa…….

Kadang, saat saking jengkelnya aku sama Rama karena ga ngeh tentang perasaanku, aku pengen banget ngutarain isi hatiku. Sekalian aja, biar lega nih hati. Tapi logikaku angkat bicara. Emang bener kalau cinta itu soal hati, tapi tetep aja logika kudu dipertimbangkan. Sekarang posisiku adalah sebagai seorang cewek. Masa ya aku nembak dia? Bukan masalah diterima atau enggaknya, tapi masalah muka.

Sejak jaman pertama kali manusia diciptakan, ga ada ceritanya Hawa yang nembak Adam. Bahkan dalam dunia pewayangan, ga ada kisah Srikandi jujur tentang perasaannya ke Arjuna. Okeehh katakanlah sekarang jaman emansipasi, tapi tetep aja aku merasa bahwa perempuan sebaiknya menunggu untuk urusan itu, bukan mengejar dengan semangat 45. Bukankah selama ini kumbang yang selalu mencari bunga?

Aku benci Rama yang selalu baik dan menggodaku. Aku benci berharap. Tapi sikapnya terhadapku itu looohhh….. Kalau dia terus-terusan bertingkah seperti itu, rasa ini bakal semakin terpupuk untuknya. Akar-akar cinta bakal semakin menjalar dan semakin kuat tumbuh di dasar jiwaku dan akan semakin sulit kucabut karena diperhatikan dan dianggap ada itu menyenangkan. Huhuhuhuhu T.T
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx

Aku menangis, lagi. Memandang langit-langit kamar yang berwarna putih. Gilaaa….. Cuma mikirin cowok item kurus itu aja aku bisa sampai kayak gini. Huhuhu….. Dia ga terlalu tinggi buat dijangkau, tapi tetep aja aku ga bisa meraihnya. Dan, kenyataan bahwa aku bahkan sama sekali ga bisa menyentuh hatinya adalah teramat menyakitkan. Dari awal udah kubilang bahwa dia sederhana. Istilahnya, kita sekasta. Mimpiku buat dicintai olehnya juga rasanya masih masuk akal. Aku dan dia bukan itik buruk rupa dan pangeran angsa putih.

Aku merasa aku dan dirinya hampir tak berjarak. Dekat, hangat. Tapi sayangnya, hanya sehangat kasih sesama teman, bukan sesama insan. Kalau di televisi, seorang perempuan jelek miskin bakal dapet jodoh yang ganteng dan supertajir. Trus, si Jelek tadi jadi sangat cantik saat buka kacamata, ngubah gaya rambut dan sedikit dipoles dengan make up. Kemudian, dia sukses ngambil hati si eksekutif muda dan mereka saling jatuh cinta lalu hidup bahagia selamanya. Yahh….. seorang Sudra yang saling cinta dengan Brahmana. Huuhhh….. Cerita terskenario yang menjual mimpi, ga nyata. Sinetron banget, lebay.

Beda dengan kisahku, kisah nyata. Aku ya aku, yang tetep aja ga bisa berubah jadi Luna Maya cuma karena bedak yang ditebelin kayak kulit badak. Aku juga bakal tetep jadi Nafa Amilia meski aku potong rambut model apapun, bahkan botak sekalipun.

Padahal, aku bukan pungguk dan dia bukan bulan. Tapi kenapa sesulit ini meraihnya seperti pungguk merindukan bulan? Padahal mestinya ga kayak gini. Mestinya aku bisa menjangkaunya, mestinya aku sanggup meraihnya. Tapi nyatanya aku ga bisa.

Aku ga bisa duduk di singgasana tertinggi hatinya. Aku ga bisa jadi orang yang dia sebut namanya dalam setiap doanya. Aku ga bisa. Layaknya bintang dan dewi malam, kami dekat, sangaaattt dekat. Tapi sejatinya, keduanya takkan pernah bisa bersatu. Langit fajar dan mentari pagi akan selalu menjadi penghalang.

Air mata ini terus mengalir tanpa isak. Ruang kamar sempit ini semakin sesak dipenuhi kenangan-kenangan tentangnya. Kenangan manis saat bercanda bareng, saling ledek, ngelatih paskib bareng dan sebagainya antara aku dan dia. Hanya aku dan dia. Tapi, kenangan pahit saat muncul orang ketiga yang merusak kisahku dan aku tahu, dia adalah orang pertama dalam kisah Rama. Bayang-bayang saat Rama memboncengnya dan bercengkerama penuh keceriaan saat bersama Shinta menggeliat-liat hampir di setiap sudut kamarku.

Aku masih menangis. Sakit mengingat bahwa Rama hanya mencintai Shinta, bukan Nafa. Mungkin, seandainya ada tokoh Rahwana, aku bakal berkoalisi dengannya merebut cinta masing-masing pujaan kita. Hahhahaha aku gila karena cinta. Yaahhh….. cinta yang bertepuk sebelah tangan, tepatnya.
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx

From : AYA.aya wae
Pulang sekolah jadi beli kado buat Rama?


To : AYA.aya wae
Gtw, masih bingung. Enaknya dibeliin apa ya? Yg sekiranya spesial dan bikin dy selalu inget sama aku. Aku ga mau kadoku garing dan kerasa biasa aja, aku mau yg beda dan selalu diinget sama dy.

From : AYA.aya wae
Apaaa yaaa? Sarung atau qur’an kecil mungkin? Biar dy selalu inget Tuhan.

To : AYA.aya wae
Sistaaaa….. Rama ultah, bukan sunatan. Kado apa ya yg spesial dan ga bakal terlupa?

From : AYA.aya wae
Ini ada rekomendasi dari beberapa temenku.
1. Kalau mau yg murah dan unforgettable, ajak dia makan trus tumpahin minuman di bajunya. Dijamin ga bakal terlupa tapi resikonya km ga dianterin pulang sama dy.
2. Kasih kaos. Kalau dipake berarti dy suka, kalau ga ya jangan diambil lagi J
3. Buatin kue. Yg simpel aja kayak pisang bakar, kasih pagi-pagi, bilang aja buat sarapan. Biasanya yg bikin sendiri bakal punya nilai lebih. Tapi cari tahu juga dy suka pisang apa ga. Jangan biarkan kue buatanmu berakhir di mulut rakus temannya.
4. Ajak dy jalan seharian, a day together gitulah. Nonton, main, pokoknya have fun berdua. Bukan benda sih emang, tapi memorinya bakal susah keapus.
5. Udah deh. Kayaknya cukup segitu aja :)

To : AYA.aya wae
Kalau kue, aku ngasihnya gimana? Tengsin bawain sekotak makanan buat dy. Kentara banget aku naksir dy.


From : AYA.aya wae
Kalau ga mau ngasih langsung, kirim lewat pos. Sekalian aja bunga sama surat cinta.

To : AYA.aya wae
Lebay, sinetron gelllaaa. Huhu bingung aku. Aku pengen bikin dy terkesan, bikin aku punya nilai plus di matanya. Aku pengen ngasih kado spesial.


From : AYA.aya wae
Kado spesial itu ga dilihat dari bendanya, tapi dari yg ngasih. Semahal apapun kadonya, kalau yg ngasih ga spesial ya tetep aja kerasa biasa.


To : AYA.aya wae
I know it’s true T.T

Aku tertegun baca SMS Aya yang terakhir. Aku sedemikian bingungnya mikirin kado apa yang cocok dan pas buat kukasih ke Rama sebagai tanda perhatianku terhadapnya di saat 18 tahun usianya. Tapi aku lupa bahwa aku bukan siapa-siapa di hatinya. Apapun kado yang bakal kukasih nantinya, pasti ga jauh beda nilainya sama kado dari temen-temen lainnya.
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx

Beberapa minggu kemudian….. Aku masih mencintainya, sangat mencintainya. Aku bosan dengan lisan yang selalu mengucapkan kalimat yang sama setiap topik pembahasannya adalah Rama. Tapi aku sendiri kewalahan harus bagaimana untuk menyingkirkan perasaanku ini terhadapnya. Aku jadi inget SMS goblokku ke dia beberapa hari yang lalu.


To: RAMAsyaallah
Ram, bisa minta tolong ga? Mulai besok km jahatin aku ya. Pokoknya km ketusin aku, cuekin aku, jangan baikin aku. Plis, jauhin aku L


From: RAMAsyaallah
Hah? Km ngomong apa sih? Ga usah ngaco deh.


To: RAMAsyaallah
Udah deh ga usah banyak tanya. Pokoknya turutin aja. Yaahhhh plissss T.T


From: RAMAsyaallah
Ogah ah. Alasan km geje.


Tuh kaaannn…… Masa aku harus bilang ‘Jauhin aku atau aku bakal terus sakit hati karena mencintaimu’. Kan ga mungkin. Aku mau kita berdua jauh, bahkan saling ga kenal. Aku udah kehabisan cara buat melupakannya. Jujur, aku ga pengen membencinya. Aku cuma ingin menghapus jejaknya, itu aja. Tapi kenapa susaaaaahhhh?

“Ya, kalau kayak gini terus-terusan, aku bisa gila”, tukasku saat jam istirahat.

“Jangan mau dong jadi gila. Cukup aku aja yang gila karena lebay naksir kak Fikri. Tapi, untungnya sih sekarang udah sembuh. Hehe”, kata Aya sambil makan chocolatos.

“Aku bingung harus gimana lagi buat melupakannya. Bahkan, kemarin-kemarin aku sampai SMS dia, minta supaya dia jauhin aku. Tapi dia ga mau, katanya alasanku geje”

“Melupakan itu cuma masalah waktu. Yang susah itu merelakan”

“Merelakan yah?”, tanyaku dengan muka sedih, sama seperti langit yang sedang kelabu. Mendung gelap, ga bersahabat. Tinggal nunggu waktu buat turun hujan.

“Iya. Susah buat rela mengakhiri cerita cinta tentangnya. Susah buat rela melepas dia bersama perempuan lain. Aku bisa ngomong kayak gini karena kamu tahu aku pernah mengalaminya. Mulanya emang sulit, bahkan sampai sekarang pun tetep ga mudah. Kadang aku juga kangen dia malah. Tapi kemudian aku sadar bahwa aku salah ga mau melepasnya karena aku bahkan sama sekali ga pernah menggenggamnya”

Lagi-lagi ucapan Aya mengena tepat di hatiku yang sedang terkoyak. Dan, hatiku semakin terkoyak saat aku melihat Rama dan Shinta duduk berdua tak jauh dari tempatku. Rasanya aku pengen menutup mata hatiku. Cukup mata tubuhku yang melihat roman picisan mereka, jangan menjalar ke hati dan kembali membuatnya sakit.

Aya melihatku dengan tatapan keheranan, kemudian dia mengikuti arah pandangku dan mengerti. Lalu dia elus pundakku dan menguatkanku. Dia bilang, “Sabaaarrr. Biarkan angin merubah mendung menjadi hujan. Tapi percayalah, surya akan merubahnya menjadi pelangi tujuh warna yang jauh lebih indah. Kuatkan hatimu, sist”.

Daaannn….. hujan benar-benar turun. Mendung udah ga kuat lagi menahan terpaan angin. Semua pada berlarian masuk ke kelas, ada juga yang berdiri di koridor menyaksikan bulir hujan jatuh dengan keroyokan. Aku dan Aya juga demikian. Aku nebeng neduh di kelasnya. Yang bikin nyesek, Rama menggandeng tangan Shinta, mengajaknya berlari kecil menuju kelas dengan muka khawatir si perempuan bakal kenapa-kenapa, seolah hujan air adalah hujan meteor yang berbahaya.

“Aku ga kuat kalau terus disini. Aku balik ke atas yah”, ujarku sedih, hopeless.

Di tengah jalan balik ke kelas, saat aku sedang menapaki tangga, ada SMS dari Aya. Bukan, bukan SMS yang ngompor-ngompori akan kemesraan Rama dan Shinta, tapi sebuah puisi sederhana yang menambah semangatku dalam menghadapi ini semua, menghadapi kisah cinta berat sebelah. Aku suka dua kalimat terakhirnya. Aku boleh jadi hanya figuran di hidup Rama, tapi aku adalah tokoh utama dalam kisahku sendiri.


From : AYA.aya wae
Aku hanya perlu menunggu seseorang,
yang akan mencintaiku sepenuh hati dan membuatku mencintainya setengah mati.
Bukan pangeran berkuda putih, bukan juga selebriti dari negeri mimpi.
Tapi seseorang yang dalam kesederhanaannya meyakinkanku,
bahwa akulah tulang rusuknya yang hilang selama ini.
Dia akan datang, pasti.
Mungkin ga sekarang, tapi nanti.
Bukan tidak akan, tapi hanya belum.

0 komentar:

Posting Komentar

 
©Suzanne Woolcott sw3740 Tema diseñado por: compartidisimo